ads

TRADISI PESANTREN

Tradisi Pesantren
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Tugas mandiri Mata Kuliah  Media Pengajaran

Dosen Pengampu :
Randes Rahdian Aziz, M.Pd


Disusun oleh :
Nama       : DENI SETIAWAN
NPM        : 1282551
Kelas       : G
Semester   : IV
Prodi       : PAI
Jurusan    : Tarbiyah

   
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
JURAI SIWO METRO
TP.2014




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pesantern merupakan salah satu lembaga pendidikan islam tertua di indonesia. Ia memiliki hubungan fungsionalsimbiotik dengan ajaran islam. yaitu, dari satu sisi keberadaan pesantren diwarnai oleh corak dan dinamika ajaran islam yang di anut oleh pendiri dan kyai pesantern yang mengasuhnya; sedangkan dari sisi lain, ia menjadi jembatan utama (main bridger) bagi proses internalisasi dan transmisi ajaran islam kepada masyarakat: sosial, keagamaan, hukum, politk, pendidikan, lingkungan, dan lain sebagainya.
Eksistensi dan peran strategis pesantren sebagaimana tersebut di atas kini dihadapkan pada tantangan baru sebagai akibat arus globalisasi. Tantangan tersebut antara lain: 1) adanya penggunaan sais dan teknologi dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi lahirnya pola komunikasi, interaksi, sistem pelayanan publik, dan pelaksanaan berbagai kegiatan; 2) masuknya nilai-nilai budaya modern (barat) yang bercorak materialistik, hedonistik, dan sekularistik yang menjadi penyebab terjadinya dekadensi moral; 3) interdependensi (kesaling tergantungan) antara negara yang menyebabkan terjadinya dominasi dan hegemoni negara kuat atas negara yang lemah; 4) meningkatnya tuntunan publik untuk mendapatkan perlakuan yang semakin adil, demokratis, egaliter, cepat dan tepat yang menyebabkan terjadinya fragmentasi politik; dan 5) adanya kebijakan pasar bebas (free market) yang memasukan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan yang selanjutnya berpengaruh terhadap visi, misi dan tujuan pendidikan beserta komponen lainya.
Makalah sederhana ini selain akan menjelaskan tradisi yang dimiliki pesantren, juga akan menjelaskan peran dan fungsi yang dapat dimainkan  oleh dunia pesantren, serta perubahan dan dinamika yang terdapat di dunia pesantren dalam rangka menjawab tantangan arus globalisasi. Informasi ini menjadi penting , selain sebagai bahan  masukan bagi lembaga pendidikan yang berbasis pesantren, juga sebagai bahan informasi bagi masyarakat. Mengingat, sungguhpun pesantren sudah berusia lebih dari lima abad, namun belum banyak masyarakat yang mengetahui keadaanya secara utuh, dan masih ada pula yang memiliki kesan miring terhadap dunia pesantren, serta melihatnya dengan statis.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1.    Apa saja tradisi pesantren ?
2.    Apa saja tantangan era globalisasi bagi dunia pesantren ?





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tradisi Pesantren
Kata tradisi berasal dari bahasa inggris, tradition yang berarti tradisi. Dalam bahasa indonesia, tradisi diartikan sebagai segala sesuatu ( seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya) yang turun-temurun dari nenek moyang hingga anak cucu.[1]
Sedangkan kata pesantren, berasal dari kata pesantrian yang berarti asrama dan tempat murid-murid belajar mengaji. Dalam pengertian yang umum digunakan, pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan islam tertua di indonesia yang di dalamya terdapat: pondok atau tempat tinggal; kiai, santri, masjid kitab kuning.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa yang dimaksud dengan tradisi pesantren adalah segala sesuatu yang dibiasakan, dipahami, dihayati, dan dipraktikan dipesantren, yaitu berupa nilai-nilai dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga membentuk kebudayaan dan peradaban yang membedakannya dengan tradisi yang terdapat pada lembaga pendidikan lainnya.[2]
1.      Tradisi Rihlah Ilmiah
Rihlah ilmiah secara harfiah berarti perjalanan ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam arti yang biasa dipahami, rihlah ilmiah, adalah melakukan perjalanan dari sesuatu daerah ke daerah lain, atau dari satu negara ke negara lain, baik dekat maupun jauh, dan terkadang bermukim dalam waktu cukup lama, bahkan tidak kembali ke daerah asal, dengan tujuan pertam untuk mencari, menimba, memperdalam, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, bahkan mengajarkanya dan menuliskannya dalam berbagai kitab.
Rihlah ilmiah yang dilakukan para kiai pesantren tersebut menunjukan sebuah prestasi yang luar biasa, mengingat untuk melakukan perjalanan keluar negeri pada saat itu bukanlah merupakan pekeraan yang mudah, mengingat belum tersedianya sarana transportasi yang memadai, belum adanya sistem keimigrasian yang tertata dengan baik, serta sarana dan fasilitas pemukiman di makkah yang masih sederhana.
2.      Trsdisi Menulis Buku
Menulis buku merupakan salah satu tradisi yang dilakukan oleh para kiai pesantren.Beberapa ulama pimpinan pondok pesantren yang namanya tersebut diatas adalah termasuk para penulis yang produktif.
Selanjutnya,  tradisi menulis kitab juga dimiliki oleh k.h. hasyim asy’ari, walaupun jumlahnya tak sebanyak nawawi al-bantani, mahfudz al-tirmisi dan yang lainnya. Di atara karya tulis yang disusun oleh k.h. hasyim asy’ari banyak berkaitan dengan masalah hadist, akhlak, fiqh, dan pendidikan anak.Dengan menyebutkan beberapa kiai pesantren dengan karyanya itu menunjukan hal-hal sebagai berikut.Pertama, bahwa dikalangan kiai pondok pesantren terdapat tradisi menulis yang kuat, walaupun jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah kiai yang ada. Kedua, bahwa kemampuan menulis yang dimiliki para kiai atau ulama indonesia saat itu telah berhasil mengungguli kemampuan menulis yang dimiliki para ulama dari negara lainnya. Ketiga, bahwa hasil karya tulis para kiai indonesia itutidak hanya di akui oleh umat islam di indonesia, melainkan di seluruh dunia. Hal ini terbukti dari digunakannya kitab-kitab yang ditulis para ulama indonesia itu di negara-negara di dunia, khususnya timur tengah dan asia tenggara. Keempat, bahwa dengan adanya karya ilmiah tersebut, menunjukan usaha para kiai indonesia dalam mengangkat citra indonesia di dunia internasional.
3.      Tradisi Meneliti [3]
Dilihat dari segi sumbernya terdapat penelitian bayani, burhani, ijbari, jadali dan ‘irfani. Penelitian bayani adalah penelitian yang berkaitan dengan kandungan al-qur’an al-sunnah dengan bekal penguasaan bahasa arab dan berbagai cabangnya yang kuat, ilmu tafsir dan berbagai cabangnya, ilmu hadis dan berbagai cabangnya, ilmu ushul al-fiqh, ilmu qawaid al-fiqhiyah dan ilmu-ilmu bantu lainnya. Penelitian burhani adalah penelitian yang berkaitan dengan fenomena sosial denganbekal metodologi penelitian sosial, bahasa dan ilmu bantu lainnya. Penelitian ijbari berkaitan dengan fenomena alam fisik jagat raya dengan menggunakan eksperimen atau percobaan di laboratorium.Penelitian jadali berkaitan dengan upaya memahami berbagai makna dan hakikat segala sesuatu dengan jalan menggunakan akal dengan secara spekulatif, sistematik, radikal, universal, dan mendalam. Sedangkan penelitian ‘irfani adalah penelitian yang berkaitn dengan upaya mendapatkan ilmu secara langsung dengan menggunakan kekuatan intuisi (instinct batin) yang dibersihkan dengan cara mengndalikan hawa nafsu, menjalankan ibadah ritual, zikir, kontemplasi, wirid, dan sebagainya.hasilnya adalah ilmu tasawuf.
4.      Tradisi Membaca Kitab Kuning
Seorang peneliti asal belanda, martin van bruinessen, telah menunjukan dengan jelas tentng adanya tradisi membaca kitab kuning di pesantrn. Melalui bukunya yang berjudul yellow book (kitab kuning), bruinessen menginformasikan bahwa kitb-kitab karangan para kiai sebagaimana tersebut di atas, khusunya karya nawawi al-bantani dan mahfuz al-tirmasi telah menjadi kitab rujukan utama yang dipelajari di pesantren-pesantren di pulau jawa dan sekitarnya.
Melalui tradisi membaca kitab kuning ini, para kiai pesantren telah berhasil mewarnai corak kehidupan keagamaan masyarakatpada khususnya dan kehidupan sosial kemasyarakatan pada umumnya.
5.      Tradisi Berbahasa Arab
Seiring dengan adanya tradisi penulisan kitab-kitab oleh para kiai sebagaimana tersebut diatas dengan menggunakan bahasa arab, maka dengan sendirinya telah menumbuhkan tradisi berbahasa arab yang kuat dikalangan pesantren. Hal ii terjadi, karena para ulama yang bermukim di makkah memiliki kemampuan tradisi berbahasa arab yang kuat.
Mereka mengetahui al-qur’an dan al-sunnah ditulis dalam bahasa arab. Demikian pula bahasa arab yang digunakan ketika sholat dan berdo’a juga bahasa arab.

6.      Tradisi Mengamalkan Thariqat
Dari berbagai sumber yang ada, masyarakat salafiyah yang dibangun oleh dunia pesantren itu mewujudkan kesatuan tak terpisahkan antara takwa dan akhlak, atau antara religiousitas dan etika.Dalam kaitan ini tasawuf tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan agama. Bahkan, jika tasawuf itu adalah disiplin yang lebih berurusan dengan masalah-masalah inti (batin), maka ia juga berarti merupakan inti keagamaan (religiousity) yang bersifat esoteris. Dari sudut ini, maka ilmu tasawuf tidak lain adalah penjabaran masalah nalar (nazhar) teori ilmiah tentang apa sebenarnya takwa itu.[4]
Kuatnya tradisi pengamalan tasawuf dalam bentuk thariqat di pesantren telah dibuktikan oleh para peneliti. Abdurrahman mas’ud misalnya mengatakan: sebagaimana ahmad khatib as-sambas (w.1878 m.) nawawi adalah penganut sufisme ghazali. Dia menyarankan kepada masyarakat untuk mengikuti salah satu imam tasawuf , seperti imam sa’aid bin muhammad abu al-qasim al-junaid. Baginya, dia adalah pangeran sufisme dalam arti toritis dan praktis.
Kekuatan tradisi thariqat inilah yang pada tahap selanjutnya banyak yang mengkeramatkan makam para kiai tersebut dan menjiarahinya untuk memperoleh berkah.
7.      Tradisi Menghafal
Menghafal adalah salah satu metode atau cara untuk menguasai mata pelajaran. Caranya dimulai dengan belajar mata teks kitab, memberi arti pada setiap teks, memahaminya dengan benar, dan kemudian menghafalnya diluar kepala.Metode menghafal ini umumnya dilakukan terhadap materi pelajaran tingkat dasar yang terdapat dalam kitb-kitab materi pokok atau yang lebih dikenal dengan matan.Salah satu kitab yang wajib dihafal tersebut adalah matan alfiyah ibn malik yang berjumlah 1000 bait. Kitab lainnya yang dihafal adalah matan imriti, matan jurumiyah, masing-masing kitab tentang gamatika bahasa arab, dan matan fathul qarib dan zubad, masing-masing dalam bidang fikih dan akhlak; matan tankih al-qaul dan matan hadis arabi’in al-nawawiy dalam bidang hadis. Selain itu, mereka juga wajib menghafal al-qur’an sebanyak 30 juz secara bertahap.
8.      Tradisi Berpolitik
Berkiprah dalam politik dalam arti teori dan praktik juga menjadi salah satu tradisi dikalangan dunia pesantren pada umumnya. Lahirnya nahdatul ulama (nu) pada tahun 1926 yang selanjutnya pernah berubah menjadi salah satu partai politik yang ikut pemilu (pemilihan umum) pada tahun 1970-an menunjukan kuatnya tradisi berpolitik di kalangan pesantren.[5]
Paham nasionalisme kh.Syaifuddin ini sejalan dengan paham nasionalisme kh. Syahid yang mengatakan, bahwa makna nasionalisme lebih mengacu pada cinta tanah air yang dalam bahasa arab lebih disamakan dengan tema al-wathaniyah.



BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan analisa sebagaimana tersebut di atas, dapat dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut.
Pertama, pesantren sekurang-kurangnya memiliki sembilan tradisi yang melekat padanya, yaitu: 1) rihlah ilmiah; 2) menulis kitab; 3) melakukan penelitian; 4) membaca kitab kuning; 5) berbahasa arab; 6) mengamalkan ajaran thariqat; 7) menghafal mata pelajaran; 8) berpolitik, dan 9) tradisi yang bersifat sosial keagamaan dan kemasyarakatan.
Kedua, dengan tradisi yang demikian itu, pesantren tidak hanya mampu menjalankan misi utamanya: melahirkan ulama, memasyarakatkan ajaran islam dan menanamkan tradisi islam, juga menyebabkan pesantren tetap eksis dan bertahan hingga sekarang.
Ketiga, dengan tradisinya yang demikian, pesantren di era globalisasi seperti sekarang ini ternyata semakin menunjukan peran dan fungsinya yang makin di rasakan oleh masyarakat.Era globalisasi yang menimbulkan tantangan dalam penguasaan iptek, telah dijawab oleh pesantren dengan melakukan pengembangan kurikulum dan membuka program pendidikan yang makin variatif serta membentuk lembaga yang memberikan kemampuan pesantren menjawab isu-isu kontemporer.Selanjutnya era globalisasi yang menimbulkan tangtangan di bidang budaya asing telah dijawab oleh pesantren dengan menyelenggarakan pendidikan karakter yang efektif dan berbasis pada thariqat dan tasawuf.Selanjutnya tantangan globalisasi berupa persaingan bisnis dalam pendidikan, telah dijawab oleh dunia pesantren dengan menerapkan pendidikan yang berbasis masyarakat. Dalam pada itu tantangan globalisasi dalam bentuk tuduhan miring, telah dijawab oleh pesantren dengan mengedepankan semangat nasionalisme, penerapan pola ajaran islam yang moderat, inklusif dan toleran; dan tantangan globalisasi dalam bentuk pengembangan ilmu, telah dijawab oleh dunia pesantren dengan mengembangkan kegiatan penelitian, kajian, penerbitan, seminar, dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, 2012, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.




[1] Nata, Abuddin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012 ), h. 314.
[2]Ibid, h. 315.
[3]Nata, Abuddin, Op Cit, h. 319-320.
[4]Ibid, h. 324.
[5]Nata, Abuddin, Op Cit., h. 325.
TRADISI PESANTREN TRADISI PESANTREN Reviewed by Unknown on 7:03 AM Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.