ads

Perbandingan Pendidikan: Sistem Pendidikan Agama Di Lembaga Formal

BAB I
PENDAHULUAN

Terselenggaranya sekolah-sekolah modern, seperti yang kita lihat saat ini, lebih disebabkan oleh adanya perubahan system kehidupan politik. Artinya, Negara merasa perlu mengurus rakyat dan memandang dirinya bertanggung jawab terhadap seluruh masalah pangan, sumber rezeki, kekayaan, kecendrungan politik, dan organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dengan keamanan, kestabilan, perwujudan kemerdekaan, kemuliaan para pejabat Negara, serta kehormatan Negara itu sendiri di mata Negara lain. Seluruh persoalan tersebut ditumpukan pada pendidikan dan pengajaran sehingga mereka mendefinisikan bahwa pendidikan dapat mengembangkan dan menambah harta. Anggota masyarakat didoktrin agar mencintai pekerjaan dan memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin melalui perinsip meraih hasil sebanyak-banyaknya dengan usaha yang sekecil mungkin.

 Pendidikan pun dijadikan sarana yang dapat menimbulkan rasa cinta antar lapisan, golongan atau kelompok masyarakat sehingga lahirlah homogenitas, keamanan dan kestabilan. Masyarakat pun di didik untuk menghargai kekayaan, bakat potensi kehormatan, dan nyawa sehingga kestabilan Negara terjamin. Itulah alasan social dan politis yang memotifasi pihak pemerintah untuk memegang kendali pendidikan termasuk dalam penyiapan kurikulum.

Sepintas lalu, system islam dan non-islam tidak ada bedanya. Namun, jika kita teliti lebih jauh, kita akan menemukan metode praktis dan aplikasi yang menjadikan islam lebih mulia dari pada ajaran lain. Negara islam memberikan kebebasan penyelenggarakan pendidikan islam secara penuh kepada para pengelola dan rakyat pun percaya atas pengelolaan wakil-wakil mereka karena mereka memiliki aturan dan tujuan yang sama. Maka, rakyat bertindak sebagai pengawas pendidikan secara langsung. Rakyatlah yang mengetahui dan memahami bagaimana dan kapan harus menediakan lembaga pendidikan lengkap dengan sarananya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sistem Pendidikan Islam
     System pendidikan merupakan rangkaian dari subsistem-subsistem atau unsur-unsur pendidikan yang saling terkait dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, pendekatan dan sebagainnya. Keberadaan satu unsur membutuhkan keberadaan unsur yang lain, tanpa keberadaan diantara unsur-unsur itu proses pendidikan menjadi terhalang, sehingga mengalami kegagalan. Misalnya dalam proses pendidikan tidak hanya ada tujuan pendidikannya, maka pendidikan tidak bisa berjalan.

Ketika satu unsur yang dominan mendapat pengaruh tertentu, pada saat yang bersama unsur-unsur yang lainnya menjadi terpengaruh. Jikalau karena suatu pengaruh tujuan pendidikan diarahkan pada suatu aksentasi tertentu, maka materi, metode, sarana, pendidik, peserta didik dan unsur yang lain ikut menyesuaikan semua. Kemudian kita bisa membayangkan, bagaimana mudahnya bagi pendidikan barat modern mempengaruhi system pendidikan islam dengan cara mempengaruhi subtsansi tujuan pendidikan islam terlebih dahulu. Para pemikir pendidikan barat dengan leluasa merumuskan konsep-konsep tujuan pendidikan yang sangat menarik, sementara itu karena tidak ada upaya serius dari kita untuk menelitinya justru kita sendiri mengikutinya. Berawal dari tujuan ini, untuk berikutnya agar lebih mudah mempengaruhi unsur-unsur yang lainnya.[1]

Demi kepentingan terhadap antusiasi terhadap meluasnya pengaruh barat terhadap pendidikan islam kendatipun terlambat, kita masih perlu meninjau system pendidikan islam. Tampaknya, system pendidikan yang ada sampai saat ini masih menampakkan berbagai permasalahan berat dan serius yang memerlukan penanganan dengan segera. Dalam menangani permasalahan ini tidak bisa dilakukan sepotong-potong atau parsial, tapi harus dilakukan secara total dan integrative berdasar petunjuk-petunjuk wahyu untuk menjamin arah pemecahan yang benar.

System pendidikan islam layak mendapatkan perhatian yang sangat besar karena menjadi factor utama yang menentukan nasib umat islam selama ini dan kedepan. Muhamad Qutb menegaskan:
‘’kendatipun sejarah telah merobek-robek umat ini, dan mencerai beraikan eksistensinya secara pelan-pelan selama lebih dari 1000 tahun, tetapi sebab kehancuran umat ini betapapun juga, karena adalah karena jauhnya umat ini dari system pendidikan islam dan jauh dari pendidikan social menurut pendidikan islam yang kadang-kadang masih diselubungi oleh fenomena-fenomena keliru, ataupun betul-betul jauh meninggalkan kehidupan islam secara nyata’’.[2]

Pernyataan senada pernah dilontarkan Ismail Raji Al-Faruki:’’tidak mungkin diragukan lagi, bahwa tempat ini malaise yang dialami umat adalah system pendidikan yang merata dan umum berlaku.’’ System pendidikan islam terlalu lemah untuk dapat mengangkat apalagi mencapai kejayaan peradaban islam. System ini terlalu lama dikuasai oleh system pendidikan barat, yang tidak jarang bertentangan secara antagonistic dengan petunjuk-petunjuk ajaran islam sendiri. Hasil dari system pendidikan ini yang semestinya diharapkan mampu mengangkat martabat umat islam justru yang terjadi malah sebaliknya. Kepribadian yang dimiliki lulusan-lulusan dari penerapan system pendidikan tersebut menjadi kepribadian yang diperoleh (split personality), sehingga condong mengikuti pandangan sekularistik.

Sinyalemen baik oleh Muhammad Qutb maupun Ismail Raji Al-Faruqi tersebut selalu diuji relevansinya. Mengapa keduanya selalu meyakini, bahwa system pendidikan islam merupakan factor utama dalam menentukan maju mundurnya umat islam. Dengan tidak bermaksud bersifat apriori terhadap sinyalemen tersebut, agaknya memang ada benarnya. Selama ini pendidikan yang dialami seseorang senantiasa mempengaruhi cara berfikirnya, cakrawalanya, pandangannya tentang kehidupan, cara-cara dalam bekerja, maupun teknik berkarya. Adapun secara kolektif, system pendidikan dapat mempengaruhi tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, baik menyangkut social, ekonomi, politik, hukum, budaya dan lain-lain.

Oleh karena itu banyak pembaruan islam sebagaimana dikemukakan dimuka, menyadari betapa besar fungsi dan peran system pendidikn. Mereka menyadari betul bahwa untuk membenahi keadaan umat islam yang sedang tertindas saat ini,’’pintu’’pertama yang harus dilalui adalah dengan memperbaiki system pendidikan. Perbaikan pada system pendidikan islam ini lebih memberikan jaminan terhadap bangkitnya umat islam, dari pada sistem-sistem lainnya, meskipun membutuhkan proses yang cukup lama. Memang harus kita maklumi bahwa pendidikan berjalan dan berkembang melalui proses (by process) dan membutuhkan tahapan- tahapan.

Dengan mengubah system pendidikan islam sesuai dengan petunjuk-petunjuk wahyu diharapkan mampu merombak tatanan-tatanan social dan cultural yang terdapat pada umat islam agar mereka menjadi pemikir yang energik, produsen yang produktif, pengembang yang kreatif, atau pekerja yang memiliki semangat tinggi. Pada masing-masing kondisi ini dilapisi kondisi iman, taqwa dan akhlak yang mulia. Kondisi ini akhirnya mampu membentuk masyarakat yang memilliki orientasi seimbang dalam kehidupan mereka, yaitu orientasi dunia dan akhirat, orientasi kekayaan atau prestasi dan pengabdian kepada tuhan. Selanjudnya mereka dapat mengontrol kelemahan dan kesalahannya sendiri dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mencegah penyimpangan- penyimpangan yang fatal sedini mungkin.[3]

Keseimbangan orientasi kehidupan itu dapat mengantarkan kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan lahir-batin. Kemajuan materi yang ditampakkan oleh masyarakat muslim adalah refleksi dari kebahagiaan dan kedamaian yang dirasakan. Untuk mewujudkan suasana yang demikian, system pendidikan islam harus dibangun kembali secara berkesinambungan. A,M. Saefuddin menganjurkan, ‘’sistem pendidikan untuk membentuk manusia seutuhnya harus diarahkan kepada dua dimensi: dimensi dialektika horizontal dan dimensi ketundukan vertical.’’ Dua dimensi ini harus senantiasa diwujudkan secara selaras dan menjadi pegangan dalam menempuh kehidupan dunia ini, sebab keduanya itu menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia beragama.

Pembangunan system pendidikan islam yang diarahkan pada dua dimensi secara balance (seimbang) ini perlu senantiasa diwujudkan dalam praktek pendidikan untuk membuktikan konsistensi terhadap harapan-harapan yang bersifat formatif dan kemampuan membentuk pola-pola system pendidikan yang diajukan sebagai alternative dalam mengatasi problem-problem pendidikan akibat penerapan system pendidikan islam yang selama ini terpengaruh system pendidikan barat. Hal ini juga berguna untuk menepis keraguan-keraguan dari berbagai pihak terhadap system pendidikan islam.

B.     Visi dan Misi Pendidikan Agama di Lembaga Formal
Sejalan dengan permasalahan sebagaimana tersebut diatas, maka kedepan perlu kembali        kedalam visi dan misi orisinal seorang guru yang orisinal, yaitu visi sebagai ulul al-bab, al-ulama, al-muzakki, ahl al-dzikr, dan al-rasikhuna fi al’ilm yang disesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan zaman. Visi dan misi ini secara sederhana dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pertama, visi dan misi ulul al-bab. Berdasarkan petunjuk al-qur’an surat Ali ‘Imran, (3) ayat 190-191 dapat diketahui, bahwa visi dan misi guru sebagai ulul al-bab adalah menjadi orang yang memiliki keseimbangan antara daya pikir dan daya nalar dengan daya dzikir dan spiritual. Dengan daya ini, maka seorang guru mengemban misi mempergunakan dayanya itu secara optimal untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar sebagaimana yang dijumpai pada ayat 193, sehingga keberadaannya tidak menjadi orang yang sia-sia.
Kedua,visi dan misi al-ulama. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an surat Fathir, (35) ayat 27-28 diketahui bahwa sebagai ulama ia menjadi orang yang mendalami ilmu pengetahuan  melalui kegiatan penelitian terhadap alam jagat raya,  fauna, flora, ruang angkasa, geologi, fisika, dan sebagainya yang disertai keikutsertaan naluri intuisi dan fitrah batinnya untuk menyadari bahwa alam jagat raya yang dijadikan objek penelitiannya adalah ciptaan Allah Swt. Ia menyadari bahwa berbagai teori atau temuan ilmiah itu pada hakikatnya sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah atau sebagian dari ciptaan-Nya. Mereka menyadari bahwa sebenarnya ia hanya menemukan dan bukan menciptakan. Ia hanya menemukan segala sesuatu yang ada di alam jagat raya yang diciptakan Tuhan.
 Dengan demikian, maka dari dirinya yang paling dalam timbul rasa takut untuk menyalahgunakan ilmunya itu, dan selanjutnya ia menganggap ilmunya itu sebagai amanah Allah SWT. Dalam hubungan inilah maka timbul rasa takut kepada Allah SWT. Dengan demikian, seorang guru harus memiliki misi menjadi seorang ilmuwan yang senantiasa takut kepada Allah SWT., dan melaksanakan misi untuk menggunakan lmunya.
Ketiga, visi dan misi al-muzakki. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an surat Al-Baqarah, 2;129, serta surat Ali ‘imran [3] ayat 164, bahwa visi guru sebagai Al-Muzakki adalah orang yang memiliki mental dan karakter yang mulia. Sedangkan misinya adalah membersihkan dirinya dan anak didiknya dari pengaruh akhlak yang buruk serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
 Visi dan misi ini sejalan dengan visi dan misi sebagai guru professional yang memiliki kepribadian yang baik, yang meliputi kemampuan pribadi untuk mengembangkan kepribadian agar menjadi orang yang senantiasa bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berperan dalam masyarakat sebagai warga Negara yang berjiwa Pancasila, mengembangkan sifat-sifat terpuji, berintraksi dan berkomunikasi dengan masyarakat untuk menunaikan misi pendidikan, melakukan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan administrasi sekolah, melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran[4].
             Keempat, visi dan misi ahl al-dzikr. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an surat Al-Anbiya, [21;7], bahwa visi guru sebagai ahl al-dzikr adalah menjadi orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan memiliki expertjudgment, keahlian yang diakui kepakarannya sehingga ia pantas menjadi tempat bertanya, menjadi rujukan dan memiliki otoritas untuk memberikan pembenaran atau pengakuan (recognize) atas berbagai temuan ilmiah. Pengetahuan ini di dasarkan kedalaman ilmunya, keluasan pengalamannya dan ketepatan dalam menganalisis dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah yang dibenarkan oleh masyarakat ilmiah. Sehubungan dengan itu, ia memiliki otoritas untuk menilai, mengakui atau membatalkan sesuatu temuan ilmiah. Dengan visinya yang demikian itu, maka seseorang ahl al-dzikr mengemban misi memperbaiki, membimbing, meluruskan, mengingatkan, dan memberikan keputusan atas prilaku yang dilakukan anak didiknya.
             Kelima, visi dan misi al-rasikhuna fi al-‘ilm. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an surat Al-Nisa, (4) ayat 162 diketahui bahwa visi al-rasikhuna fi al-‘ilm adalah menjadi orang yang memiliki kemampuan bukan hanya pada dataran fakta dan data, melainkan mampu memberikan makna atau melakukan  inferensial atau pers techen terhadap data dan fakta tersebut. Sebagai al-rasikhuna fi al-‘ilm ia tidak hanya dapat memahami sesuatu bersifat empiris dan eksplisit, melainkan juga memberi makna, pesan ajaran, spirit, jiwa, kandungan, hakikat, substansi, inti dan esensi dari segala sesuatu yang dilihat dan diamatinya. Dengan visinya yang demikian itu, maka seorang guru yang mengemban misi untuk memberi makna, semagat dan dorongan kepada anak didik dan masyarakat sekitarnya agar meningkatkan kualitasnya dengan cara menghayati, memahami dan mendalami makna yang terkandung di dalamnya.
C.    Kemampun yang Harus di Kembangkan oleh Pendidikan Agama di Lembaga Formal
a.      Kecerdasan intelektual
Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain. Dengan demikian kecerdasan intelektual berhubungan dengan proses kognitif seperti berfikir, daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu, atau kecerdasan yang berhubungan dengan strategis pemecahan masalah dengan menggunakan logika.
Kecerdasan intelektual berbeda pada setiap orang. Hal ini dilatar belakangi oleh perbedaan seseorang dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran masalah kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor penting yang ikut mementukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam hal belajar.



b.      Kecerdasan emosional
Menurut Daniel Golemen, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga agar beban setres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa.
Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja dari otak kanan. Sedangkan kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja dari otak kiri. Banyak orang yang memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum tentu sukses berkiprah didunia pekerjaan. Bahkan sering kali orang yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil (karena EQ tinggi). Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ), padahal disamping kecerdasan intelektual diperlukan kecerdasan emosi yang lebih menentukan.

c.       Kecerdasan spiritual
Menurut Danah Yonar dan Marshal, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan prilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan/jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
d.      Kecerdasan Qalbiyah
Menurut Abd. Mujib, kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah kemampuan diri secara cepat dan sempurna, untuk mengenal qalbu dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan mengepresikan jenis-jenis qalbu yang secara benar, memotivasi qalbu untuk membina hubungan moralitas dengan orang lain dan hubungan ubudiyah dengan Tuhan.[5]
Kecerdasan qalbu yang dikembangkan tidak terbatas pada kecerdasan intelektual, emosi, moral dan kecerdasan spiritual namun terdapat kecerdasan yang lebih tinggi esensial yaitu kecerdasan beragama atau bertuhan. Kecerdasan beragama ini memberi makna ibadah pada setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karna allah (illahita’ala).
e.       Etika peserta didik
Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam proses belajar mengajar, baik langsung maupun tidak langsung. Al-Ghazali merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu sbb :
1.    Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarub kepada allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak dan watak tercela.
2.    Mengurangi kecendrungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
3.    Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
4.        Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.[6]
                 Etika peserta didik seperti yang dirumuskan oleh para ahli diatas perlu disempurnakan dengan 4 akhlak peserta didik dalam menutut ilmu :
1.    Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
2.    Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3.    Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang dating.[7]
4.    Seseorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dan menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.[8]
D.    Sekolah Zaman Modern
v  Sejarah sekolah Modern
Terselenggaranya sekolah-sekolah modern, seperti yang kita lihat saat ini, lebih disebabkan oleh adanya perubahan system kehidupan politik. Artinya, Negara merasa perlu mengurus rakyat dan memandang dirinya bertanggung jawab terhadap seluruh masalah pangan, sumber rezeki, kekayaan, kecendrungan politik, dan organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dengan keamanan, kestabilan, perwujudan kemerdekaan, kemuliaan para pejabat Negara, serta kehormatan Negara itu sendiri di mata Negara lain. Seluruh persoalan tersebut ditumpukan pada pendidikan dan pengajaran sehingga mereka mendefinisikan bahwa pendidikan dapat mengembangkan dan menambah harta. Anggota masyarakat didoktrin agar mencintai pekerjaan dan memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin melalui perinsip meraih hasil sebanyak-banyaknya dengan usaha yang sekecil mungkin.

 Pendidikan pun dijadikan sarana yang dapat menimbulkan rasa cinta antar lapisan, golongan atau kelompok masyarakat sehingga lahirlah homogenitas, keamanan dan kestabilan. Masyarakatpun dididik untuk menghargai kekayaan, bakat potensi kehormatan, dan nyawa sehingga kestabilan Negara terjamin. Itulah alasan social dan politis yang memotifasi pihak pemerintah untuk memegang kendali pendidikan termasuk dalam penyiapan kurikulum.

Sepintas lalu, system islam dan non-islam tidak ada bedanya. Namun, jika kita teliti lebih jauh, kita akan menemukan metode praktis dan aplikasi yang menjadikan islam lebih mulia dari pada ajaran lain. Negara islam memberikan kebebasan penyelenggarakan pendidikan islam secara penuh kepada para pengelola dan rakyat pun percaya atas pengelolaan wakil-wakil mereka karena mereka memiliki aturan dan tujuan yang sama. Maka, rakyat bertindak sebagai pengawas pendidikan secara langsung. Rakyatlah yang mengetahui dan memahami bagaimana dan kapan harus menyediakan lembaga pendidikan lengkap dengan sarananya. 
v  Manfaat sekolah modern
Dalam konsepsi islam, fungsi utama sekolah adalah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah, dan syariah demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah SWT serta sikap mengesakan Allah dan mengembangkan segala bakat atau potensi manusia sesuai fitrahnya sehingga manusia sesuai fitrahnya sehingga manusia terhindar dari berbagai penyimpangan.[9]

Fungsi-fungsi fundamental pendidikan islam melalui sekolah meliputi hal-hal berikut ini.
Pertama, fungsi penyederhanaan dan penyimpulan. Pada dasarnya, kebobrokan peradaban, dekadensi moral, tersebarnya materialisme, dan berlomba-lomba manusia mencari keuntungan yang sejalan dengan lajunya komunikasi dan migrasi penduduk merupakan kondisi yang harus di waspadai.

Kedua, fungsi penyucian dan pembersihan. Ilmu pengetahuan dan konsep aqidah berpindah dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Akibat berpindah-pidah itu, maka wajarlah jika sejalan dengan perkembangan umat manusia, sedikit demi sedikit, pengetahuan dan konsep aqidah itu bergeser dari yang semestinya. Karena manusia memiliki potensi untuk menerima kebaikan atau keburukan sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:
 “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. 
Ketiga, memperluas wawasan dan pengalaman anak didik melalui transfer tradisi. Lembaga pendidikan tidak cukup hanya mengembangkan perolehan dan pengalaman anak didik melalui peniruan atau pemaksaan atas kondisi tertentu. Lebih dari itu, lembagapendidikan harus mampu mengupayakan perolehan pengalaman generasi-generasi terdahulu atau pengalaman bangsa-bangsa yang telah maju. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan akifitas tersebut sebagai transfer tradisi, warisan bangsa, atau transfer potensi, baik potensi intelektual, konsep-konsep keagamaan, atau kitab-kitab samawi dari generasi salaf ke generasi khalaf.[10] Warisan itu merupakan buah kreasi, peradaban, penelitian, dan eksplorasi kaum salaf. Untuk itu Allah SWT telah berfirman:  
Artinya:
“ Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah Perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, Yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, Padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka Apakah kamu sekalian tidak mengerti?” 
         Keempat, fungsi mewujudkan keterikatan, integrasi, hegomonitas, dan keharmonisan antar siswa.
         Kelima, fungsi penataan dan validasi sarana pendidikan.
         Keenam, penyempurna tugas keluarga dalam pendidikan.

v  Dampak negativ sekolah modern dan solusinya
Disamping mengandung manfaat lewat beban beratnya dalam mendidik generasi muda, sekolah pun banyak menimbulkan kerawanan yang nyaris membawa umat manusia kedunia sia-sia, lemah, pasrah, serta bebas atau paganisme.
a.       Berkembangnya sikap eksklusif.
b.      Kecendrungan pada budaya dan filsafat barat.
c.       Munculnya kepribadian terbelah (dualism).
d.      Salah kaprah tentang ijazah dan ujian.
e.       Lahirlah sumber daya manusia mekanik.[11]

v  Karakteristik kurikulum islami
*      Kurikulum islami harus memiliki system pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah manusia serta bertujuan untuk menyucikan manusia, memeliharanya dari penyimpangan, dan menjaga keselamatan fitrah manusia.
*      Tingkatan setiap kurikulum islami harus sesuai dengan tingkatan pendidikan, baik dalam karakteristik, usia, tingkat pemahaman, jenis kelamin, serta tugas-tugas kemasyarakatan yang telah dicanangkan dalam kurikulum.
*      Aplikasi, kegiatan, contoh, atau teks kurikulum islami harus memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistic, menyangkut penghidupan, dan bertitik tolak dari keislaman yang ideal, seperti merasa bangga menjadi umat islam dan lain-lain.
*      System kurikulum islami harus terbebas dari kontrakdisi, mengacu pada kesatuan islam, dan selaras dengan integrasi psikologi yang telah Allah ciptakan untuk manusia serta selaras dengan kesatuan pengalaman yang hendak diberikan kepada anak didik, baik yang berhubungan dengan sunnah, kaidah, system, maupun realitas alam semesta.
*      Kurikulum islami harus realistis sehingga dapat diterapkan selaras dengan kesanggupan negara yang hendak menerapkan serta sesuai dengan kondisi dan tuntutan Negara itu.
*      Kurikulum islami harus memiliki metode yang elastic sehingga dapat diadaptasikan kedalam berbagai kondisi, lingkungan, dan keadaan tempat ketika kurikulum itu diterapkan.
*      Kurikulum islami harus efektif, dapat memberikan hasil pendidikan yang bersifat behavioristik dan tidak meninggalkan dampak emosional yang meledak-ledak dalam diri generasi muda.
*      Setiap unsur kurikulum islami harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia anak didik.
*      Kurikulum islam harus memperhatikan pendidikan tentang segi-segi perilaku islami yang yang bersifat aktifitas langsung  seperti berjihad, dakwah islam, serta pembangunan masyarakat muslim dalam lingkungan persekolahan.[12]



BAB III
PENUTUP

     System pendidikan merupakan rangkaian dari subsistem-subsistem atau unsur-unsur pendidikan yang saling terkait dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, pendekatan dan sebagainnya. Keberadaan satu unsur membutuhkan keberadaan unsur yang lain, tanpa keberadaan diantara unsur-unsur itu proses pendidikan menjadi terhalang, sehingga mengalami kegagalan. Misalnya dalam proses pendidikan tidak hanya ada tujuan pendidikannya, maka pendidikan tidak bisa berjalan.

Ketika satu unsur yang dominan mendapat pengaruh tertentu, pada saat yang bersama unsur-unsur yang lainnya menjadi terpengaruh. Jikalau karena suatu pengaruh tujuan pendidikan diarahkan pada suatu aksentasi tertentu, maka materi, metode, sarana, pendidik, peserta didik dan unsur yang lain ikut menyesuaikan semua. Kemudian kita bisa membayangkan, bagaimana mudahnya bagi pendidikan barat modern mempengaruhi system pendidikan islam dengan cara mempengaruhi subtansi tujuan pendidikan islam terlebih dahulu. Para pemikir pendidikan barat dengan leluasa merumuskan konsep-konsep tujuan pendidikan yang sangat menarik, sementara itu karena tidak ada upaya serius dari kita untuk menelitinya justru kita sendiri mengikutinya. Berawal dari tujuan ini, untuk berikutnya agar lebih mudah mempengaruhi unsur-unsur yang lainnya. 


DAFTAR PUSTAKA
            Shihabuddin. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta : Gema Insani.
            Qamar,Mujamil. 2008. Epistemologi Pendidikan Islam. Jakarta : Erlangga.
             Nata, A. (2012). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
             Ramayulis. 2002. Ilmu pendidikan islam. Jakata : Kalam Mulia.
Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Amzah.




[1] Mujamil Qamar, Epistemologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 2008),h.219
[2] Ibid,h. 219-220
[3] Ibid ,h.221
[4] Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, [Jakarta ; Rajawali Pers, 2012], h.149

[5]  Ramayulis, ilmu pendidikan islam, (Jakarta:kalam mulia,2008) h 78-110

[6] Bukhari umar, ilmu pendidikan islam, (Jakarta: amzah, 2010) h 105-106
[7]  Ramayulis, ilmu pendidikan islam, (Jakarta:kalam mulia,2008) h 119-120

[8] Ramayulis, ilmu pendidikan islam, (Jakarta:kalam mulia,2008) h 119-120
[9] Shihabuddin, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani, 1995),h. 152
[10] Ibid. h.156
[11]Ibid,h.167
[12] Ibid, h.199
Perbandingan Pendidikan: Sistem Pendidikan Agama Di Lembaga Formal Perbandingan Pendidikan: Sistem Pendidikan Agama Di Lembaga Formal Reviewed by Unknown on 1:52 AM Rating: 5

2 comments:

  1. Untuk membantu me-manage ponpes, sekarang sdh ada Inovasi baru untuk pondok pesantren. Program atau Aplikasi Tata Usaha, Keuangan, Kesantrian, Tahfizh dan Manajemen terintegrasi yang digunakan di Ponpes, Boardingschool atau Sekolah Islam. Mendukung transaksi non-tunai, Virtual account, dan lainnya. Dijalankan secara Realtime, bekerja dan melihat laporan kapan saja dan dimana saja. Juga dilengkapi Aplikasi Bagi Orang Tua Untuk Mengetahui Perkembangan Anaknya. salah satu contohnya, coba saja buka www.sipond.com

    ReplyDelete
  2. Easy "water hack" burns 2 lbs OVERNIGHT

    More than 160000 men and women are losing weight with a simple and secret "liquid hack" to lose 2 lbs each night in their sleep.

    It's proven and it works on anybody.

    This is how you can do it yourself:

    1) Get a clear glass and fill it up half the way

    2) And then learn this weight loss hack

    so you'll be 2 lbs lighter in the morning!

    ReplyDelete

ads
Powered by Blogger.