PERKAWINAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM
TUGAS KELOMPOK
PERKAWINAN
MUSLIM DENGAN NON MUSLIM
Mata
Kuliah : masailul fiqih
Dosen
Pengampu :
Muh.
Badarudin,M.Pd.I
Disusun
Oleh Kelompok 1 :
1. Makrus Okta Rendi (1283721)
2. Thoriqqotul Rahayu Khasanah (1284891)
3. Puspita sari (1284281)
Prodi/Kelas/Semester:
PAI/G/IV
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI
SIWO METRO
2013/
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering
terdengar istilah pernikahan beda agama , yang merupakan sebuah permasalahan
masyarakat yang ada di lingkungan sosial. karena dalam hukum kehidupan
sehari-hari tidak jauh dari hukum agama.maka sebuah pendidikan harus mengetahui
apa yang dimaksut dengan pernikahan beda agama.
Didalam makalah yang sangat
sederhana ini, setidaknya ada beberapa poin pembahasan yang menggambarkan
betapa pentingnya mengetahui pernikahan beda agama yang terjadi pada lingkungan
sosial. karena
Rumusan
Masalah
Mengetahui batasan-batasan dalam
pernikahan agama islam
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pernikahan beda agama
2.
Mengetahui larangan-larangan dalam pernikahan
BAB II
PERKAWINAN
MUSLIM DENGAN NON MUSLIM
A. Pengertian
Perkawinan Antara
Orang Yang Berlainan Agama
yang dimaksud dengan
“perkawinan antar orang yang berlainan agama disini adalah perkawinan antara
orang muslim (pria atau wanita) dengan orang bukan islam (pria atau wanita).
Mengenai masalah ini, islam membedakan hukumnya sebagai berikut:
1.
Perkawinan Anatara Laki-Laki Muslim Dengan Perempuan
Non Muslim.
Dalam hal perkawinan antara laki-laki
muslim dengan perempuan non muslim dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik dan perkawinan
antara laki-laki muslim dan perempuan kitabiyah.[1]
Mengenai
perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik, para fuqaha telah
sepakat bahwa hukumnya haram. Yang didasarkan pada:
“dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman,
sesungguhnya budak wanita tyang mukmin lebih baik dari wanita-wanita musyrik,
walaupun kamu sangat tertarik kepadanya,...”(Qs.2:221)
Menurut jumhur ulama, yang dimksud
perempuan syirik dalam ayat itu adalah perempuan-perempuan selain perempuan
kitabiyah (yahudi dan nasrani).
Menurut
Ibnu Jarir at Thabari dan Muhammad Abduh mengemukakan bahwa yang dimaksud
perempuan musyrik yang haram dinikahi adalah yang musyrik dari kalangan bangsa
arab.
Ahmad Azhab Basyir mengemukakan bahwa
yang dimaksud perempuan musyrik dalam kandungan ayat tersebut adalah perempuan
yang menyembah patung dan berhala sebagai tuhan, kemudian maksud dari ayat
tersebut diperluas pengertian mencakup peremuan-perempuan yangmenganut
kepercayaan animisme, atheisme, politisme, dll.
Dari beberapa uraian diatas, perbedaan
pandangan terhadap makna syirik menurut pandangan jumhur ulama lebih releva
dengan kondisi masa kini, meskipun ayat itu khusus untuk penyembah berhala,
akan tetapi ujud dari berhala itu pun diperluas meliputi perempuan-perempuan
yang memiliki kepercayaan terhadap kekuatan lain diluar kekuasaan Allah.
Adapun hikmah larangan dari perkawinan
antara laki-laki muslim dengan perempuan syirik disebabkan antara islam dengan
musyrik itu terdapat perbedaan pandangan hidup yang sangat jauh dan sulit untuk
dipertemukan, sehingga sulit untuk mewujudkan keharmonisan rumah tangga. Sebab
salah satu tujuan perkawinan adalah mewujudkan keluarga yang sakinah, dan
apabila perkawinan dibangun atas dasar perbedaaan dan permusuhan agama, jelas
tidak mungkin mewujudkan keluarga yang sakinah.
Dalam
firman-nya :
“dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita muslim)
sebelum mereka beriman, sesungguhnya budak yang beriman lebih baik dari orang
musyrik walaupun dia menarik bagimu....”(Qs.2:21)
Larangan
perkawinan antara perempuan-perempuan muslim dengan laki-laki non muslim ini,
karena dikhawatirkan perempuan-perempuan muslim itu akan kehilangan kebebasan
untuk menjalankan ajaran agamanya, mengingat tidak ada agama selain agama islam
yang memberikan kebebasan beragama kepada umat beragama lain.[2]
Demikian
juga dikhawatirkan perempuan-perempuan muslim itu akan dipaksa menukar agama
dan aqidahnya sesuai dengan agama dan aqidah suaminya, sebab sebagai istri
seorang muslimah haruis patuh dan tunduk terhadap suami selaku kepala dan
pemimpin dalam keluarga. Sedangkan apabila perempuan-perempuan muslim sudah
tunduk kepada laki-laki non muslim harus tunduk kepada suami, berarti perempuan
muslim itu akan melahirkan anak-anak yang kafir yang ditak dibenarkan oleh
hukum syara’.
Dalam
ayat lain yang berbunyi:
“...dan
allah sekali-kali tidak akan memberijalann kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman...”(Qs.4:141)
Dalam
ayat ini menegaskan bahwa ketidak relaan allah memberikan jalan bagi
orang-orang kafir untuk menghancurkan orang-orang beriman, dengan cara atau
dengan jalan melarang perkawinan antara perempuan muslim dengan laki-laki non
muslim.
2.
Perkawinan Antara Seorang Pria Muslim Dengan Wanita
Ahlul Kitab
Adapun perkawinan antara laki-laki
muslim dengan perempuan ahli kitab (kitabiyah) agak sedikit berbeda dengan
perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik. Perkawinan antara
laki-laki muslim dengan perempuan kitabiyah ini dikalangan para ulama ada yang
mengizinkan ada pula ayang tidak mengizinkan karen apersamaan kedudukan
perempuan kitabiyah itu dengan perempuan musyrik.
Jumhur
ulama memandang bahwa laki-laki muslim diizinkan (boleh) menikah dengan
perempuan kitabiyah, didasarkan pada firman Allah:[3]
“...dan
dihalalkan bagimu menikahi wanita-wanita yang baik dari orang-orang yang mukmin
dan wanita-wanita yang baik-baik dari orang-orang yang diberi kitab sebelum
kamu,...”.(Qs.5:5)
Selain
pada ayat tersebut, juga didasari pada perbuatan Nabi dan sebagian dari sahabat
yaitu perkawinan Rasulullah dengan Mariah Al Qibtiyah yang beragama nasrani.
Ahmad Azhar Bayir mengemukakan bahwa Islam
mengizinkan laki-laki muslim menikahi perempuan kitabiyah disebabkan adanya
titik kesamaan yang terdapat di antara ajaran Islam dengan ajaran agama mereka,
yaitu sama-sama agama samawi, yang berasal dari satu sumber (wahyu Illahi).
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor : 4/MUNAS VII/MUI/8/2005
Tentang
PERKAWINAN BEDA AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI),
dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada
19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M setelah:[4]
MENIMBANG
:
1. Bahwa belakangan ini disinyalir banyak
terjadi perkawinan beda agama;
2. Bahwa perkawinan beda agama ini bukan
saja mengundang perdebatan antara sesama umat islam, akan tetapi juga sering
mengundang keresahan ditengah-tengah masyarakat;
3. Bahwa ditengah-tengah masyarakat telah
muncul pemikiran yang membenarkan perkawinan beda agamadengan dalil hak asasi manusia dan
kemaslahatan;
4. Bahwa untuk mewujudkan dan memelihara
ketentraman kehidupan
berumahtangga mui memmandang perlu menetapkan fatwa tentang perkawinan beda
agama untuk di jadikan pedoman.
MENGINGAT:
1. Firman Allah SWT:
3. dan jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil
2. Hadist Rosullullah SAW antara lain yang
artinya :
Wanita itu (boleh) dinikahi karna 4 hal:
1) Karena harta
2)
Karena
(asal ussul) keturunan-nya
3) Karena ke cantikanya
4) Karena agama
Maka
hendaklah berpegang teguh
(dengan perempuan) yang memeluk agama Islam (jika tidak), akan
binasalah ke dua tangan–MU. (Hadistriwayat Muttafaq Allaih dari Abi Huroiroh RA.)
3. Kaidah fiqih :
mencegah kemafsadatan lebih didahukukan
(di-utamakan) dari pada ke maslahatan.
4.
Qa’idah sadd Al –zari’ah
MEMPERHATIKAN
:
1.
Fatwa MUI dalam Munas 2 tahun 1400/1980
tentang perkawinan campuran.
MENETAPKAN:FATWA
TENTANG BEDA AGAMA
1. Perkawinan beda agama adalha haram dan tidak sah.
2. Perkawinan laki-laki
muslim dengan wanita Ahlu kitab, menurut qoul mu’tamad, adalah haram dan
tidak sah.
B.
Perkawinan Antara Orang Yang Berlainan Agama Menurut
Hukum Positif Islam Di Indonesia.
Berdasarkan
pasal 66 UU No. 1/1974, maka semua peraturan yang mengatur tentang perkawinan
sejauh telah diatur dengan UU No. 1/1974 ini, tidak berlaku termasuk peraturan
perkawinan percampuran.
Pasal
1 peraturan perkawinan campuran merumuskan bahwa perkawinan campuran ialah
perkawinan antara orang-orang di indonesia yang tunduk pada hukum yang
berlainan.
pasal
1 peraturan perkawinan campuran berbeda dengan pasal 57 No. 1/1974 yang
merumuskan dengan jelas bahwa perkawinan campuran itu ialah perkawinan antara
dua orang yang di indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan indonesia.
Jelaslah bahwa berdasarkan atas
pasal 57 UU perkawinan, maka perkawinan antara orang-orang yang berlainan agama
di indonesia bukanlah perkawinan campuran. karena itu, apabila UU perkawinan
dilaksanakan secara murni dan konsekuen, seharusnya setiap pengajuan
p-ermohonan antara orang yang berbeda agama dan memandangnya sebagai perkawinan
campuran yang diatur dalam pasal 60-62 UU Perkawinan jelas bahwa perkawinan
campuran hanya diberlakukan untuk perkawinan antara orang yang berbeda
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Dari ke seluruan materi mengenai perkawinan antara
laki-laki muslim dengan perempuan musrik (perkawinan beda Aganma) yaitu:
Hikmah larangan dari
perkawinan antara laki-laki muslim dengan perempuan syirik disebabkan antara
islam dengan musyrik itu terdapat perbedaan pandangan hidup yang sangat jauh
dan sulit untuk dipertemukan, sehingga sulit untuk mewujudkan keharmonisan
rumah tangga. Sebab salah satu tujuan perkawinan adalah mewujudkan keluarga
yang sakinah, dan apabila perkawinan dibangun atas dasar perbedaaan dan
permusuhan agama, tidak mungkin mewujudkan keluarga yang sakinah.
Mengingat hadis
Rasulullah bahwa, wanita itu (boleh) dinikahi karna 4 hal:
1) Karena harta
2)
Karena
(asal ussul) keturunan-nya
3) Karena ke cantikanya
4) Karena agama
DAFTAR PUSTAKA
K.H.
Ma’ruf Amin, M. Ichahan Sam, H. Hasanudin, M. Asrorun Ni’am Soleh’’himpunan
fatwa majelis ulama Indonesia. Jakarta 2011 cet-15, erlangga.
Drs.A.
Jamil, Masailil fiqh.Gunung pesagi Bandar Lampung, cet-1 tahun 1993.
PERKAWINAN MUSLIM DENGAN NON MUSLIM
Reviewed by Unknown
on
7:00 AM
Rating:
No comments: