ads

Tinjauan Psikologi Sosial Tentang Hubungan Cinta

Baron dan byrne (2004) mendefinisikan cinta sebagai sebuah kombinasi emosi, kognisi, dan perilaku yang ada dalam sebuah hubungan intim. Kajian psikologi tentang fenomena cinta dapat dibahas melalui kajian psikologi sosial, khususnya dalam bidang-bidang kajian psikologi sosial yang terkait dengan hubungan interpersonal. Psikologi hubungan interpersonal adalah bagian psikologi socsal yang mempelajari tentang aspek-aspek perilaku dan kejiwaan yang terkait dengan fenomena hubungan antara dua pribadi.

A.Faktor penyebab seseorang mencintai orang lain.
Para ahli psikologi, khususnya para ahli psikologi sosial, melakukan kajian tentang cinta terkait dengan perilaku menyukai atau tertarik orang lain dalam konteks upaya menjalin hubungan diantara dua pribadi. Dalam hal ini seseorang mencintai orang lain karena dalam proses interaksi diantara dua pribadi dimulai dari seseorang memiliki ketertarikan dengan orang lain. Pengetahuan psikologi sosial tentang kemenarikan interpersonal dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kemenarikan interpersonal secara lebih dan pada kesempatan berikutnya itu dapat meningkatkan kualitas hidup (Yela,2004)
Dalam konteks ini, seseorang menyukai atau tertarik dengan orang lain untuk menjalin hubungan khusus dengan orang lain itu disebabkan oleh beberapa faktor:
1.  Kedekatan
Para ahli sosiologi menyimpulkan bahwa banyak orang berhubungan atau menikah dengan pasangannya karena mereka bertemu disekitar wilayah hidupnya. Dalam hal ini, orang tertarik dengan orang lain karena secara frekuensi mereka banyak berinteraksi dengan orang lain dalam wilayah hidup yang sama. Contoh orang tertarik dengan orang lain dan kemudian menjalin hubungan interpersonal khusus dengan orang lain tersebut dapat dicontohkan dengan orang-orang yang menjadi pasangan suami dan istri karena mereka hidup dalam kompleks perumahan yang sama, mereka kuliah pada jurusan yang sama, dan mereka beraktivitas dalam organisasi yang sama.
2.  Kemenarikan fisik
Kemenarikan fisik dapat menjadi faktor penentu seseorang mencintai orang lain dan kemudian menjalin suatu hubungan cinta. Hal ini terutama terjadi pada pria. Banyak pria tertarik pada wanita karena penampilan fisik yang menarik, sedangkan wanita lebih tertarik pada pria karena penampilan kepribadiannya. Ini terbukti dengan banyak fakta menunjukkan bahwa wanita cantik lebih mudah memperoleh teman kencan ketimbang pria yang berwajah tampan. Selain penjelasan itu, pemilihan pasangan berdasarkan cirri-ciri fisik juga terkait dengan prinsip keseimbangan diantara kedua belah pihak dan stereotip tentang penampilan menarik seseorang yang ada dalam masyarakat. 
Dalam kaitan dengan konsep stereotip, seseorang dianggap cantik atau ganteng lebih karena masyarakat memiliki gambaran umum tentang ideal cantik dan ganteng dalam satu periode waktu tertentu dan untuk keleompok masyarakat tertentu. Misalnya, stereotip wanita cantik pada periode 2000-an dalam gambaran masyarakat Indonesia adalah perempuan yang berkulit putih,rambut sebahu,dan tubuh langsing. Fenomena stereotip wanita cantik 2000-an ini dapat ditemui dalam pembicaraan sehari-hari dikalangan publik dan media massa (televisi dan majalah)
3. Kesamaan dan kebutuhan saling melengkapi (komplementer)
Seseorang menyukai atau mencintai orang lain bisa  karena ia memiliki kesamaan atau keserupaan dengan orang lain. Banyak pasangan yang memiliki kesamaan dalam nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku, lebih memiliki kesempatan untuk menjalani hidup perkawinan yang bahagia.
Namun dalam kasus-kasus lain, kita juga banyak menjumpai orang mencintai dan menjalin hubungan dengan orang lain yang memiliki banyak perbedaan dibanding dirinya. Fenomena ini dapat dijelaskan dari sudut pandang teori komplementer. Seseorang tertarik dengan orang lain yang banyak memiliki perbedaan dibanding dirinya karena ia merasa bahwa orang lain itu memiliki kelebihan yang dapat melengkapi kekurangan pada dirinya. Contoh: Pria yang introvert memilih untuk menikah dengan wanita yang ekstrovert atau pria yang tubuhnya tidak terlalu tinggi akan memiliki wanita dengan tinggi tubuh yang cukup tinggi untuk menjadi pasangan hidupnya.
 3. Seseorang mencintai orang yang mencintai dirinya
Seseorang mencintai orang lain yang mencintai dirinya karena apabila seseorang dicintai oleh orang lain maka terdapat semacam proses psikologis dimana seseorang merasa dirinya mendapat hadiah (ganjaran) karena memperoleh cinta itu. Ini sesuai dengan teori kebutuhan  Abraham maslow yang menyatakan bahwa manusia perlu atau ingin dicintai dan mencintai. Apabila seseorang dicintai oleh orang lain maka seseorang akan merasa dihargai, terjadi peningkatan penilaian diri, merasa dirinya menarik, dan merasa memperoleh penerimaan sosial.

 4. Keuntungan yang diperoleh dari suatu hubungan
Berdasarkan pada teori pertukaran sosial yang mengacu pada hubungan yang bersifat timbal-balik maka orang akan mencintai orang lain karena orang lain itu memberikan banyak keuntungan yang signifikan kepada dirinya. Keuntungan itu dapat bersifat fisik, psikologis, material, dan spiritual. Apabila matriks keuntungan timbal-balik menjadi tidak seimbang maka ada kecenderungan suatu hubungan interpersonal mengalami kerenggangan dan akhirnya berhenti. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak laki-laki  memilih wanita cantik sebagai pasangannya karena merasa mendapat keuntungan berupa kebanggaan dapat bersama wanita cantik. Dilain pihak wanita cantik lebih memilih laki-laki yang memiliki status sosial ekonomi lebih tinggi karena banyak alasan yang menguntungkan dirinya secara sosial dan ekonomi.

B.Tiga aspek cinta
1)    Keintiman ( intimacy)
Keintiman adalah suatu konsep yang mengacu pada perasaan kedekatan atau persaan keterhubungan diantara dua orang. Perasaan-perasaan itu seperti fenomena seseorang memikirkan kesejahteraan orang lain, pemahaman timbal-balik dengan orang lain, dan kemampuan berbagi (sharing) dengan orang lain. Dalam keintiman, orang yang melakukan interaksi sosial pada suatu hubungan cinta menjadi saling memahami diantara kedua belah pihak dan terdapat fenomena kehangatan afeksi diantara kedua belah pihak ( Baumgardner & Clothers, 2010)
2)   Kegairahan (passion)
Kegairahan adalah sumber pembangkitan (arousal) yang mengacu pada keterbangkitan fungsi emosi dan fungsi biologis yang kuat.
3)   Komitmen
Komitmen adalah suatu konstuk psikologis yang berhubungan dengan keputusan tentang keterikatan seseorang dengan orang lain dalm suatu hubungan. Komitmen adalah keputusan rasional untuk berada dalam suatu hubungna dengan orang lain dalm jangka waktu tertentu. Fenomena komitmen dapat dilihat pada perasaan mengagungkan suatu hubungan dan memiliki keinginan melaksanakan upaya-upaya pemeliharaan suatu hubungan (Baumgardner & Clothers, 2010) komitmen dapat dibagi menjadi dua, yaitu komitmen jangka pendek dan komitmen jangka panjang. Pengertian komitmen jangka pendek terjadi apabila seseorang membuat keputusan bahwa ia mencintai orang lain. Komitmen jangka panjang terjadi apabila seseorang membuat keputusan untuk memelihara cinta kepada orang itu. 
C.Jenis hubungan cinta
Apabila cinta dilihat dari proses kejiwaan dan perilaku maka cinta dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu cinta bergairah ( passionate love) dan cinta keakraban (companionate love).
Cinta bergairah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: dalam hubungan cinta sering emosi menjadi tidak terkendali, hubungan yang sangat bersifat intens dan panas (hot), dan suasana psikologi dalam keadaan gejolak. Jenis cinta ini dapat kita temui dalam keadaan jatuh cinta. Seringkali aktivitas dalam jenis cinta ini kemudian mengarah pada aktivitas yang bersifat ketubuhan (seksual atau eros). 
Selain itu dalam keadaan ini, pelaku cinta bergairah ini merasakan dalam dirinya kondisi psikologis ynag disebut euforia atau kondisi kebahagiaan yang berlebihaan sehingga mengurangi kontrol rasionalitas yang normal dalam dirinya. Terjadi proses terbangkitnya (arousal) atau terangsangnya fungsi-fungsi tubuh dan kejiwaan yang mengarah pada upaya pemenuhan cinta secara ketubuhan. Keadaan ini kemudian terwujud dalam gejala ketagihan ( addicted to love) untuk selalu bertemu dengan pasanganya. Karena kontrol diri dan rasionalitas yang lemah, dalam diri pelaku cinta ini sering muncul masalah hubungan interpersonal seperti: cemburu buta dan posesif.
Cinta keakraban memiliki ciri-ciri sebagai berikut: adanya kelekatan afeksi di antara kedua pelaku cinta, terdapatnya nilai-nilai yang berkesesuaian diantara kedua pelaku cinta, iklim hubungan yang hangat yang ditunjukan dengan perilaku saling memahami diantara  kedua belah pihak, hubungan cinta menyebabkan suasana hati yang nyaman diantara kedua belah pihak pelaku cinta. Hubungan interpersonal dalam jenis ini ditunjukan melalui hubungan yang bersifat akrab dan berdasarkan pada rasionalitas berpikir. Jenis cinta ini termasuk jenis cinta yang terdapat di dalamnya kematangan hubungan dan kematangan interpersonal diantara kedua belah pihak.

D. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk melestarikan   hubungan cinta
Dalam upaya membangun hubungan cinta yang relatif lestari, maka perlu untuk mengembangkan beberapa faktor yang dapat membantu tujuan itu.
1.   Kelekatan hubungan saling bergantung.
   Kelekatan ini ditunjukan dengan adanya pemahaman timbal balik yang proposional, adanya kondisi saling memberi dan menerima dukungan psikologis maupun sosial, dan merasa nyaman pada saat berdampingan atau berinteraksi dengan pasangan.
2. Keseimbangan keuntungan.
  Keseimbangan hubungan dalam cinta ditunjukan dengan suatu keadaan yang menggambarkan bahwa hasil-hasil balikan yang diperoleh oleh masing-masing pelaku cinta dari sebuah hubungan cinta dapat dinilai oleh seseorang proporsional dengan apa yang telah diberikan kepada pasngannya. Pengertian proporsional tidak berarti bahwa hasil balikan harus sama dengan yang telah diberikan, tapi yang lebih penting masing-masing pihak memiliki persepsi bahwa sumbangan masing-masing pihak dianggap telah proporsional. 
3. Keterbukaan (self disclosure)  diantara kedua belah pihak. Keterbukaan diantara  kedua belah pihak ini ditunjukan melalui komunikasi yang intens tentang masing-masing wilayah pribadi kedua belah pihak yang sedang menjalin hubungan cinta.

E. Cinta dalam sebuah perkawinan
Umumnya apabila orang menjalin hubungan cinta maka hubungan itu kemudian bermuara pada sebiah komitmen menuju perkawinan. Bamister dan Leary menjelaskan bahwa manusia memiliki “ kebutuhan dasar untuk memiliki” dapat diwujudkan melalui kehidupan perkawinan. ”kebutuhan dasar untuk memiliki” dalam kehidupan perkawinan terwujud dalam hubungan yang stabil diantara suami dan istri.
Pemenuhan kebutuhan dasar dalam sebuah kehidupan perkawinan tersebut kemudian memicu terbentuknya kebahagiaan dalam diri seseorang. Hal itu terjadi karena dalam kehidupan perkawianan terdapat potensi memberikan kehadiran eksistensi pertemanan (friendship), keintiman, cinta, afeksi, dan dukungan sosial pada saat seseorang mengalami situasi krisis. Selain itu,perkawinan juga memnberi kesempatan kepada seseorang untuk mengalami perkrmbangan personal (personal growh) dan perkembangan potensi baru mampu meningkatkan penghargaan diri ( self esteem) dan kepuasaan diri (dalam Baumgardner & Clothers, 2010).
Perkawinan yang berhasil merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang. Baumgardner dan clothers (2010) menjelaskan bahwa keberhasilan perkawinan merupakan salah satu penyumbang penting bagi terjadinya penguatan kesehatan individu dan kebahagiaan individu.
Fakta menunjukan bahwa gejala perceraian dalam budaya barat maupun di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tanpa mengabaikan perspektif gender, salah satu sebab perceraian itu disebabkan karena semakin banyaknya wanita bekerja. Semakin banyak wanita bekerja semakin besar kemungkinan terjadinya perceraian (Myers,2002). Fakta lain menunjukan bahwa dalam budaya individualistik tingkat perceraian lebih tinggi dibanding dalam budaya kolektivistik.
Penelitian psikologi positif tentang perkawinan yang berbahagia oleh Lauer dan Lauer tahun 1985 (dalam Baumgardner dan Clothers, 2010) terhadap pasangan yang telah menikah 15 tahun atau lebih menunjukan bahwa pertemanan (friendship) dan komitmen merupakan faktor utama terjadinya perkawinan yang bahagia. Dalam hal ini, pertemanan sangat erat dan mendalam menjadi alasan utama pasngan suami dan istri untuk tetatp hidup dalam ikat perkawinan. Dalam penelitian ini, pasangan suami dan istri yang berbahagia tersebut memberikan penjelasan bahwa pasangan mereka adalah teman terbaik bagi mereka.
Pasangan perkawinan yang berbahagia memiliki pendapat bahwa komitmen yang kuat dan berjangka waktu lama merupakan fundamen yang bagus untuk melestarian sebuah perkawinan yang berbahagia memecahkan masalah perkawinan mereka secara baik dan berkelanjutan.
Selain faktor pertemanan dan faktor komitmen, faktor humor juga memiliki kontribusi yang kuat bagi terciptanya perkawinan yang berbahagia. Dalam kehidupan perkawianan kenikmatan perkawinan dapat diperoleh melaui tertawa bersama sebagai konsekuensi dari tindakan humor. Berdasarkan pada rasional semacam ini, tidak heran banyak orang menseleksi orang lain sebagai calon pasangan terkait dengan kualitas perasaan humor yang dimiliki oleh seseorang.
Selain itu, humor juga mampu mendetoksi atau menetralkan konflik anatara suami dan istri dan sekaligus menyembuhkan stress akibat konflik dalam suatu hubunganperkawinan. Lebih lanjut, humor juga membuat suami dan istri untuk saling berbagi (sharing) hal-hal yang sangat personal dalam diri mereka. Dalam hal ini tertawa menggambarkan reaksi emosional alamiah mak orang akan mengalami kesulitan untuk mencoba mengelabui orang lain pada saat tertawa.perilaku tertawa yang bersifat alamiah adalah ekspresi jujur daripada perasaan sebenarnya dalam diri seseorang.(Baumgardner &clothers,2010)
Terkait dengan fenomena humor dalam sebuah perkawinan, ternyata kesamaan juga berlaku terkait dengan humor yang ada di antara suami dan istri. Kesamaan dalam selera humor dapat diafirmasi sebagai basis bagi daya tarik awal dari orang lain yang berinteraksi dengan seseorang. Orang merasa bahwa apabila ia mampu berbagi humor dengan orang–orang tertentu maka ia juga merasa mampu berbagi nilai, keyakinan, dan kualitas yang lain dengan orang-orang tertentu itu. Hal ini juga dapat terjadi dalam hubungan suami dan istri pada sebuah perkawinan.
Secar lebih spesifik, berdasarkan banyak penelitian di dunia barat (myers,2002), terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar cinta tetap ada dalam perkawinan dan perkawinan tetap lestari.
1. Orang menikah dalam usia yang matang untuk hidup dalam hubungan suami dan istri.
2.   Orang mengalami tumbuh kembang di bawah pengasuhan orang tua yang lengkap.
3.   Hubungan yang cukup lama sebelum perkawinan. Hal ini adanya pengenalan yang mendalam terhadap karakteristik masing-masing pihak.
4. Orang memiliki pendidikan yang baik. Pendidikan yang baik juga dapat membantu pasangan memecahkan masalah perkawianan secara lebih rasional
5. Orang memiliki penghasial yang cukup. Faktor ekonomi perlu diperhatiakan agar perkawinan tidak memperoleh masalah ekonomi yang signifikan.
6.   Orang tinggal dalam kota kecil. Di kota kecil terdapat norma-norma yang secara ketat mengatur kehidupan perkawinan.
7.   Orang tidak hidup bersama atau hamil belum menikah.
8.   Orang memiliki komotmen religus diantara kedua belah pihak.
9. Pendidikan, keyakinan, dan usia yang seimbang. Keseimbangan dalam pendidikan, keyakinan, dan usia (laki-laki minimal lebih tua 5 tahun dari perempuan).




Tinjauan Psikologi Sosial Tentang Hubungan Cinta Tinjauan Psikologi Sosial Tentang Hubungan Cinta Reviewed by Unknown on 7:50 AM Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.