ads

Perbandingan Pendidikan: Gerakan Pembaharuan dalam Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam  bahasa Indonesia selalu dipakai  kata modern, modernisasi, dan modernisme, seperti yang terdapat umpamanya dalam “aliran-aliran modern dalam Islam” dan “Islam dan modernisasi”. Modernisasi dalam masyarakat Barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkaan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Pembaruan pendidikan Islam di Indonesia ini dimulai dengan munculnya sekolah Adabiyah. Sekolah ini adalah setara dengan sekolah HIS, yang di dalamnya agama dan Al-Qur’an diajarkan secara wajib. Dalam tahun 1915, sekolah ini menerima subsidi dari pemerintah dan mengganti namanya menjadi Hollandsch Maleische School Adabiyah. (Noer, 1980; 52).
Khusus pembaruan pendidikan Islam di Indonesia dilatarbelakangi oleh dua faktor penting. Pertama, faktor intern yakni kondisi masyarakat Muslim Indonesia yang terjajah dan terbelakang dalam dunia pendidikan mendorong semangat beberapa orang pemuka-pemuka masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan pembaruan pendidikan tersebut. Kedua, faktor ekstern yakni sekembalinya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu agama ke Timur Tengah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pembaharuan
Dalam  bahasa Indonesia selalu dipakai  kata modern, modernisasi, dan modernisme, seperti yang terdapat umpamanya dalam “aliran-aliran modern dalam Islam” dan “Islam dan modernisasi”. Modernisasi dalam masyarakat Barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkaan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[1]
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad kesembilan belas, yang dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan Periode Modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dalam dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya.
Sebagai halnya di Barat, di dunia Islam juga timbul pikiran untuk menyesuaikan faham-faham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mdern itu.
Hasil penyelidikan kaum Orientalis Barat ini segera melimpah ke dunia Islam. Kaum terpelajar Islam mulailah pula memusatkan perhatian pada perkembangan modern dalam Islam dan kata modernisme pun mulai pula diterjemahkan kedalam bahasa-bahasa yang dipakai dalam Islam seperti al-tajdid dalam bahasa Arab dan pembaharuan dalam bahasa Indonesia.
Kata modernisme dianggap mengandung arti-arti negatif disamping arti-arti positif, maka untuk menjauhi arti-arti negatif itu, lebih baik kiranya dipakai terjemahan Indonesianya yaitu pembaharuan.[2]
Berdasarkan uraian tersebut, pembaharuan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang sebelumnya serta sengaja dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai sebuah tujuan.
B.     Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia
Pembahasan mengenai gerakan pembaharuan Islam di Indonesia telah dimulai dengan studi A.Mukti Ali tentang pergerakan Muhammadiyah. Studi Mukti Ali sekitar gerakan organisasi kaum reformis ini kemudian dilanjutkan oleh Alfian dan Federspiel.[3]
Di luar gerakan Muhammadiyah, Delior Noer membahas pergerakan Muslim kontemporer Indonesia selama pemerintah Belanda (1900-1942). Hal yang sama dilakukan Federspiel yang memaparkan Persatuan Islam dan gerakan pembaharuan Islam yang dimulai tahun 1923, serta Taufiq Abdullah dan Murni Djamal yang meneliti dan menulis pembaharuan Islam di Minangkabau (Sumatera Barat). Namun, hampir semua studi yang dilakukan itu difokuskan pada peran kelompok Muslim keturunan Arab.
Kalangan Arab Hadrami dari kelompok keturunan Ba Alwi, misalnya, mendorong kaumnya untuk menjalankan tawassul (perantara) sehingga mereka menjadi penghubung manusia dengan Tuhan. Praktek ini sejalan dengan Islam mistik yang ditemui di Indonesia.  Selain itu, cara berdagang dan meminjamkan uang yang juga banyak dilakukan kalangan Ba Alwi, membuat mereka kurang disukai. Dipengaruhi berbagai perkembangan di akhir abad 19, masyarakat Arab di Indonesia mulai mendidik generasi muda penerusnya dengan mengadopsi sistem pendidikan modern. Untuk itu, di tahun 1901 mereka mendirikan perkumpulan sosial bernama Al-Jam’iyah al-Khayriyah.[4]
Kemudian timbulnya pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia baik didalam bidang agama, sosial, dan pendidikan diawali dan dilatar belakangi oleh pembaharuan pemikiran Islam lainnya terutama diawali oleh pembaharuan pemikiran Islam yang timbul di Mesir, Turki, dan India. Latar belakang pembaharuan yang ditimbulkan di Mesir dimulai sejak kedatangan Napoleon ke Mesir. Kesadaran umat Islam tentang pentingnya arti pembaharuan adalah ketika umat Islam menyadari ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, begitu juga dalam bidang militer. Kesadaran itu dimulai sejak masuknya Napoleon ke Mesir.[5]
Dari berbagai kenyataan ini menunjukkan bahwa bangsa Eropa itu lebih unggul dalam bidang ilmu pengetahuan dari kaum muslimin baik yang tertinggal di Mesir, Turki, dan daerah  lainnya. Peristiwa ini menimbulkan kesadaran umat Islam untuk mengubah diri. Kesadaran mengubah diri itulah menimbulkan fase pembaruan dalam periodisasi sejarah Islam. Fase pembaruan itu muncul sebagai jawaban terhadap tuntutan kemajuan zaman sekaligus juga sebagai respon umat Islam atas ketertinggalan mereka ketika tokoh-tokoh yang berteriak agar umat Islam mengubah diri guna menuju kemajuan, meninggalkan pola-pola lama menuju pola baru yang berorientasi pada kemajuan zaman. Tokoh pembaruan yang bergerak dalam bidang organisasi sosial, pendidikan, dan politik diantaranya Syekh Muhammad Jamil, Syekh Thaher Jalaluddin, Haji Karim Amrullah, Haji Abdullah Ahmad, Syekh Ibrahim Musa, dan Zainuddin Labai Al Yunusi, yang kesemuanya berasal dari Minangkabau.
Latar belakang pembaruan pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, pembaharuan yang bersumber dari ide-ide yang muncul dari luar yang dibawa oleh para tokoh atau ulama yang pulang ke tanah air setelah beberapa lama bermukim di luar negeri (Makkah, Madinah, Kairo). Ide-ide yang mereka peroleh diperantauan itu  menjadi wacana pembaruan setelah mereka kembali ke tanah air. Selain dari itu, faktor yang bersumber dari kondisi tanah air juga banyak mempengaruhi pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Kondisi tanah air pada awal abad ke-20 adalah dikuasai oleh kaum penjajah Barat. Dalam bidang pendidikan pemerintah kolonial Belanda melakukan kebijakan pendidikan deskriminatif. Lembaga pendidikan di kala itu dibagi atas tiga strata. Strata pertama adalah strata tertinggi, yaitu sekolah untuk ank-anak Belanda, yaitu sekolah ELS, HBS dan seterusnya ke perguruan tinggi. Strata kedua adalah untuk anak-anak bumi putra yang orang tuanya memiliki kemampuan ekonomi dan mempunyai posisi di pemerintahan, dapat disebut sebagai kelompok elit masyarakat Indonesia. Strata terendah adalah anak-anak bumi putra, yaitu kelompok orang kebanyakan hanya boleh mengecap pendidikan sekolah dasar setahun atau sekolah kelas dua (5 tahun).[6]
Pembaruan pendidikan Islam di Indonesia ini dimulai dengan munculnya sekolah Adabiyah. Sekolah ini adalah setara dengan sekolah HIS, yang di dalamnya agama dan Al-Qur’an diajarkan secara wajib. Dalam tahun 1915, sekolah ini menerima subsidi dari pemerintah dan mengganti namanya menjadi Hollandsch Maleische School Adabiyah. (Noer, 1980; 52).
Khusus pembaruan pendidikan Islam di Indonesia dilatarbelakangi oleh dua faktor penting. Pertama, faktor intern yakni kondisi masyarakat Muslim Indonesia yang terjajah dan terbelakang dalam dunia pendidikan mendorong semangat beberapa orang pemuka-pemuka masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan pembaruan pendidikan tersebut. Kedua, faktor ekstern yakni sekembalinya pelajar dan mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu agama ke Timur Tengah, dan setelah mereka kembali ke Indonesia mereka memulai gerakan-gerakan pembaruan tersebut. Di antara tokoh yang berpengaruh menggerakkan pembaruan tersebut adalah Syekh Muhammad Jamil Jambek, Haji Karim Amrullah, Haji Abdullah Ahmad, Ibrahim Musa Parabek di Sumatra Barat. Di Jawa muncul tokoh H. Ahmad Dahlan, dengan gerakan Muhammadiyahnya, H. Hasan dengan gerakan Persis (Persatuan Islam), Haji Abdul Halim dengan gerakan Persis (Persatuan Islam), Haji Abdul Halim Asy’ary dengan organisasi Nahdatul Ulama, (Daulay, 2001: 47).[7]
Menurut Steenbrink ada empat faktor yang mendorong munculnya pembaruan pendidikan Islam di Indonesia:
1.      Sejak tahun 1900 telah banyak pemikiran untuk kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan titik tolak menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada.
2.      Dorongan kedua, adalah sifat  perlwanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda.
3.      Dorongan ketiga, adanya usaha-usaha dari umat Islam untuk memperkuat organisasinya dalam bidang sosial dan ekonomi.
4.      Banyak yang tidak puas dengan metode pendidikan tradisional di dalam mempelajari Al-Qur’an dan studi agama.
Selain itu dipandang dari sudut masuknya ide-ide pembaruan pemikiran Islam ke dalam dunia pendidikan, setidakny ada tiga hal yang perlu diperbarui. Pertama, metode yang tidak puas hanya dengan metode tradisional pesantren saja, tapi diperlukan metode-metode baru yang lebih merangsang untuk berpikir. Kedua, isi atau materi pelajaran sudah perlu diperbarui, tidak hanya mengandalkan mata pelajaran agama semata-mata yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Ketiga, manajemen. Manajemen pendidikan adalah keterkaitan antara sistem lembaga pendidikan dengan bidang-bidang lainnya di pesantren.
Ketiga macam ini merupakan tuntunan terhadap kebutuhan dunia pendidikan islam di kala itu. Dengan demikian, jika ide-ide pembaruan itu diterapkan dalam dunia pendidikan Islam, maka hal itu merupakan salah satu jalan menuju perbaikan pendidikan Islan di Indonesia.[8] 
C.    Masa Pembaharuan Pendidikan Islam
Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam diterima oleh bangsa Eropa dan umat Islam sudah tidak memperhatikannya lagi maka secara berangsur-angsur telah membangkitkan kekuatan di Eropa dan menimbulkan kelemahan di kalangan umat Islam. Secara berangsur-angsur tetapi pasti, kekuasaan umat Islam ditundukkan oleh kekuasaan bangsa Eropa, dan terjadilah penjajahan di mana-mana di seluruh wilayah yang pernah dikuasai oleh kekuasaan Islam. Eksploitasi kekayaan dunia Islam oleh bangsa-bangsa Eropa, semakin memperlemah kedudukan kaum musimin dalam segala segi kehidupannya.[9]
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dari bangsa-bangsa Eropa dalam berbagai bidang kehidupan ini, telah timbul mulai abad ke 11 H/ 17 M dengan kekalahan-kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Usmani dalam peperangan dengan negara-negara Eropa. Kekalahan-kekalahan tersebut mendorong raja-raja dan pemuka-pemuka kerajaan untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan.
Dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan modern dari Barat, untuk pertama kali dalam dunia dunia Islam dibuka suatu percetakan di Istambul pada tahun 1727 M, guna mencetak berbagai macam buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan dari buku-buku ilmu pengetahuan Barat.
Penduduk Mesir oleh Napoleon Bonaparte tahun 1798 M, adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam untuk mendapatkan kembali kesadaran akan kelemahan dan keterbelakangan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut bukan hanya menunjukkan akan  kelemahan umat Islam, tetapi  juga sekaligus menunjukkan kebodohan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut di samping membawa sepasukan tentara yang kuat, juga membawa sepasukan ilmuwan dengan seperangkat peralatan ilmiah, untuk mengadakan penelitian di Mesir. Inilah yang membuka mata kaum muslimin akan kelemahan dan keterbelakangannya, sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan, untuk mengajar ketinggalan dan keterbelakangan mereka, termasuk usaha-usaha di bidang pendidikan.[10]
·         Pola-pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terjadi tiga pola  pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah: 1) Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern di Eropa, 2) Yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam, dan 3) Yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masing-masing dan yang bersifat nasionalisme.
1.      Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat
Pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber keuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang, tidak lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang di dunia Islam. Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.[11]
Pembaharuan pendidikan dengan pola Barat ini, mulanya timbul di Turki Usmani pada akhir abad ke 11 H/ 17 M setelah mengalami kalah perang dengan berbagai negara Eropa Timur pada masa itu yang merupakan benih bagi timbulnya usaha sekularisasi Turki yang berkembang kemudian dan membentuk Turki modern. Sultan Muhammad II (yang memerintah di Turki Usmani 1807- 1839 M adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki.
Pola pembaharuan pendidikan yang berorientasi ke Barat ini, juga nampak dalam usaha Muhammad Ali Pasya di Mesir, yang berkuasa tahun 1805-1848. Resminya ia menjadi pasya sebagai wakil resmi dari sultan Turki di Mesir, tetapi ternyata ia menyatakan diri sebagai penguasa yang otonom, lepas dari kekuasaan sultan Turki.
Muhammad Ali Pasya, dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir, mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan berbagai macam sekolah yang meniru sistem pendidikan dan pengajaran Barat. Di sekolah-sekolah tersebut, diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan sebagaimana yang ada di Barat. Dalam rangka mengalihkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah berkembang di Barat tersebut, Muhammad Ali menggalakkan penerjemahan buku-buku Barat ke dalam bahasa Arab, bahkan untuk itu ia telah mendirikan Sekolah Penerjemah.
2.      Gerakan pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber Islam yang murni
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakikatnya mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya, pada masa-masa kejayaannya.[12]
Menurut analisa mereka, di antara sebab-sebab kelemahan umat Islam, adalah karena mereka tidak lagi melaksanakan ajaran agama Islam secara semestinya. Ajaran-ajaran Islam yang menjadi sumber kemajuan dan kekuatan ditinggalkan, dan menerima ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak murni lagi.
Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran Islam, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis. Untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad, dan karenanya pintu ijtihad harus karenanya pintu ijtihad harus dibuka.
Keharusan pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid, selanjutnya memerlukan kekuatan akal. Di sini diperlukan pendidikan intelektual. Menurut Muhammad Abduh, Al-Qur’an bukan semata berbicara kepada hati manusia, tetapi juga kepada akalnya. Menurut Muhammad Abdul pula, bahwa ilmu pengetahuan modern dan Islam adalah sejalan dan sesuai, karena dasar ilmu pengetahuan modern adalah Sunnatullah, sedangkan dasar Islam adalah wahyu Allah. Kedua-duanya berasal dari Allah. Oleh karena itu umat Islam harus menguasai keduanya. Umat Islam harus mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan modern di samping ilmu pengetahuan keagamaan. Sekolah-sekolah modern harus dibuka, di mana ilmu-ilmu pengetahuan modern diajarkan di samping pengetahuan agama.
3.      Usaha pembaharuan pendidikan yang berorientasi pada nasionalisme
Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola kehidupan modern, dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat mengalami kemajuan rasa nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa-bangsa Timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan nasionalisme masing-masing.[13]
Umat Islam mendapati kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah perkembangan kebudayaannya. Merekapun hidup bersama dengan orang-orang yang beragama lain tapi sebangsa. Inilah yang juga mendorong perkembangannya rasa nasionalisme di dunia Islam.
Di samping itu, adanya keyakinan di kalangan pemikir-pemikir pembaharuan di kalangan umat Islam, bahwa pada hakikatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat. Oleh karena itu, ide pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme inipun bersesuaian dengan ajaran Islam.    

BAB III
KESIMPULAN
Pembaharuan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang sebelumnya serta sengaja dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai sebuah tujuan.
Timbulnya pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia baik didalam bidang agama, sosial, dan pendidikan diawali dan dilatar belakangi oleh pembaharuan pemikiran Islam lainnya terutama diawali oleh pembaharuan pemikiran Islam yang timbul di Mesir, Turki, dan India. Latar belakang pembaharuan yang ditimbulkan di Mesir dimulai sejak kedatangan Napoleon ke Mesir. Kesadaran umat Islam tentang pentingnya arti pembaharuan adalah ketika umat Islam menyadari ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, begitu juga dalam bidang militer. Kesadaran itu dimulai sejak masuknya Napoleon ke Mesir. 

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Bisri Affandi, MA. Pembaharu Pemurnian Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999)
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakrta: Rineka Cipta, 2009)
Prof. Dr. H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004)
Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992)
Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)





[1] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), hal 11
[2] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), hal 12
[3] Bisri Affandi, Pembaharu Pemurnian Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), hal 55
[4]Bisri Affandi, Pembaharu Pemurnian Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), hal 56
[5] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakrta: Rineka Cipta, 2009), hal 28
[6] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakrta: Rineka Cipta, 2009), hal 32
[7] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004), hal 7
[8] Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakrta: Rineka Cipta, 2009), hal 44
[9] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 116
[10] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 117
[11] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 118
[12] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 121
[13] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 123
Perbandingan Pendidikan: Gerakan Pembaharuan dalam Pendidikan Islam Perbandingan Pendidikan: Gerakan Pembaharuan dalam Pendidikan Islam Reviewed by Unknown on 12:38 AM Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.