ads

Perbandingan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sosial Kultural

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang Masalah
Menurut pengertian dasarnya studi perbandingan prndidikan mempunyai arti menganalisa dua hal atau lebih untuk mencari kesamaan-kesamaan dan pebedaan-berbedaannya. Sehingga dengan demikian akan dapat memberikan pengertian dan pemahaman terhadap berbagai negara dan kawasan dunia.
Selain dari beberapa hal tersebut dengan studi perbandingan pendidikan yangada akan mengakibatkan tumbuh dan berkembang.nya kemampuan untuk membandingkan berbagai pendidikan dari berbagai negara dan kawasan dunia tersebut. Kemudian selain yang tersebut dengan studi perbandingan ini pula, seseorang akan lebih mudah untuk menganalisa dan menyimpulkan sumber-sumber kekuatan dan kelemahan dari sistem pendidikan yang berorientasi pada tujuan-tujuan pendidikan internasional dan universal.

B.       Rumusan Masalah
1.    Apakah pengaruh pendidikan dengan kebudayaan?
2.    Bagaimana hubungan pendekatan sosial budaya dalam pendidikan?
3.    Apa itu pendidikn multikultural?
4.    Apa itu pendidikan berbasis masyarakat?

C.      Tujuan
1.    Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan kebudayaan.
2.    Mengetahui pengaruh pendekan sosial budaya dalam pendidikan.
3.    Mengetahui tentang pendidikan multikultural.
4.    Mengetahui tantang pendidikan berbasis masyarakat.


BAB II
PEMBAHASAN
A.         Pengaruh Pendidikan dengan Kebudayaan
Manusia sebagai “Al-Insan” yang memiliki akal pikiran mengembangkan budaya yang berdampak luas terhadap kehidupan dan lingkungan di permukaan bumi. Kemampuan akal pikiran yang dapat dinyatakan juga sebagai kemampuan budaya memiliki makna yang tinggi bagi manusia sebagai makhluk hidup, yang membawa kenyataan dalam kehidupan seperti yang kita alami dewasa ini. Aspek-aspek atau komponen-komponen materi (ruang, alam semesta, bangunan, pakaian, peralatan), dengan non-materi (pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, peranan), merupakan suatu sistem yang disebut sistem budaya.
Sistem budaya merupakan rangkaian hubungan komponen-komponen budaya sebagai ungkapan perilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sebagai makhluk budaya. Namun demikian, dalam mekanisme budaya tersebut, tidak terpisahkan dari hubungan antara manusia sebagai makhluk sosial yang menghubungkan antara individu, antara individu dan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok manusia lainnya. Dalam budaya, terbentuk tatanan yang telah dikonsepkan sebagai sistem sosial. Sistem ini terbentuk sebagai akibat hubungan sosial antara komponen-komponen sosial (individu dan kelompok) dalam bentuk tindakan, perbuatan dan perilaku pendukungnya. Menurut Nasikhun mendefinisikan bahwa sistem sosial pada dasarnya tidak lain adalah suatu sistem tindakan-tindakan, dan terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi diantara berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang tidak secara kebetulan, melainkan tumbuh dan berkembang diatas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Yang terpenting diantara berbagai standar penilaian umum tersebut adalah apa yang kita kenal sebagai norma-norma sosial.[1]
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya membutuhkan orang lain untuk melangsungkan kehidupan. Antara individu saling berinteraksi dalam berbagai aspek kehidupan seperti perdagangan, tolong-menolong, trasportasi, dan salah satunya adalah bidang pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menciptakan budaya yang menjadikan ciri khas bagi mereka dan bentuk budaya antara suatu daerah atau negara yang satu akan berbeda dengan negara yang lainnya. Dalam dunia pendidikan, aspek sosial budaya akan mempengaruhi bagaimana pendidikan disampaikan, diterima dan dijalankan pada suatu daerah.
Dalam sistem daerah, mereka pada diri manusia sebagai komponennya, yaitu filsafat, humaniora, dan ilmu pengetahuan, sebagai hasil renungan mendalam dari manusia sendiri, menjadi landasan kearifan dan kebijakan. Tanpa landasan filsafat, hidup dan kehidupan manusia menjadi tidak menentu arahnya. Dengan demikian, kedudukan filsafat dalam sistem budaya, merupakan salah satu landasan hasil pemikiran yang mendalam dari manusia sendiri, terutama manusia yang memiliki kadar dan derajat sebagai filosof.[2]
Dari definisi diatas, dapat dipahami bahwa sistem sosial-budaya merupakan mekanisme hubungan tindakan, perbuatan, dan prilaku individu berdasarkan standar norma yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat.
Masalah pendidikan tidak lepas dari pengaruh pertumbuhan internasional secara global. Pengaruh globalisasi ini berada diseputar ketidakseimbangan kekuatan dan kemajuan antara kelompok negara-negara utara atau selatan. Dalam skala yang lebih kecil antara lapisan masyarakat dalam suatu negara, dimana lapisan atas dan kaya memegang posisi membantu dan mengatur karena mereka mampu menjanngkau pendidikan dalam rangka menguasai informasi dan teknologi canggih. Sementara lapisan bawah dan miskin berada pada posisi dibantu dan diatur karena mereka terperangkap dalam kebodohan dan kemiskinan disebabkan tidak terjangkaunya pendidikan bagi mereka.[3]
Dalam kaitan karakteristik sistem sosial-budaya masyarakat (tradisional dan modern) dan implikasinya terhadap sistem pendidikan Islam, dalam hal ini pesantren, secara realitas dahulu masyarakat pedesaan yang identik dengan pola pikir tradisionalnya beranggapan bahwa yang dikatakan pendidikan Islam itu adalah belajar membaca Al-Qur’an dan ilmu agama, dan masyarakat perkotaan yang identik dengan pola pikir modern cenderung menyekolahkan anaknya ke sekolah umum.
Seiring dengan perkembangan zaman, orientasi tersebut telah berubah. Masyarakat tradisional saat ini tidak hanya membutuhkan pendidikan agama dalam makna yang sempit, tetapi pendidikan agama yang komprehensif karena tuntutan zaman demikian pesat dan kompetitif. Hal ini ditandai dengan munculnya pesantren terpadu atau modern yang tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu ke-Islaman, tetapi juga sains dan teknologi. Sebaliknya, masyarakat modern tidak hanya membutuhkan pendidikan sains dan teknologi, tetapi juga pendidikan keimanan, ibadah dan akhlak, karena semakin intensnya terjadi kemerosotan akhlak dikalangan anak-anak mereka. Hal ini ditandai dengan munculnya lembaga pendidikan umum yang bersifat plus seperti SD-Plus, SMP-Plus, dan SMA-Plus yang mengintegrasikan antara pengajaran sains dan teknologi dengan nilai-nilai ke-Islaman secara komprehensif.[4]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa corak sosial budaya suatu masyarakat akan memberikan warna tersendiri tersendiri terhadap sistem pendidikan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.

B.         Hubungan Pendekatan Sosial Budaya dalam Pendidikan
Perkembangan kebudayaan merupakan bagian dari persoalan yang harus diketahui dan diantisipasi serta dijadikan salah satu bahan pertimbangan oleh para pengambil kebijakan, perancang dan praktisi pendidikan. Visi, misi, arah, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, kualitas lulusan, pengelolaan, sarana dan prasarana, keuangan, lingkungan, dan evaluasi pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan harus mempertimbangkan faktor kebudayaan.
Manusia dalam hidup bersmasyarakat pada hakikatnya adalah objek, dan subyek pembudayaan itu adalah pendidikan. Dengan demikian masyarakat tanpa pendidikan tidak mungkin dapat hidup berbudaya tinggi. Oleh karena itu, pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan umat manusia, dan ia menjadi cabang dari disiplin ilmu kebudayaan. Studi perbandingan pendidikan memandang pendidikan kecuali memiliki potensi kultural juga mempunyai daya membentuk dan mengubah corak dan isi kebudayaan masyarakat ke arah tujuan tertentu sesuai trends (arah) perkembangan hidup yang dicita-citakan. Melalui studi perbandingan pendidikan seseorang akan dapat lebih banyak mengenal dan meresapi corak, bentuk dan cita-cita kultural masyarakat yang di studi.[5]
Jadi studi perbandingan pendidikan dalam hal ini melihat bagaimana peran pendekatan sosial kebudayaan terhadap corak hidup masyarakat menuju corak kehidupan yang lebih berkualitas dengan menjaga nilai-nilai kebudayaan yang akan menampilkan manusia yang berbudaya dan berpendidikan.[6]
Pendidikan yang berbasis pada kebudayaan atau dengan tinjauan kebudayaan ini dapat dilihat lebih lanjut pada uraian dibawah ini:
1.        Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan
Visi pendidikan dengan pendekatan kebudayaan dapat dirumuskan antara lain menjadikan pendidikan sebagai pranata yang kuat dan berwibawa dalam memelihara, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan indonesia.
Dengan demikian, budaya sebagai alat yang dapat digunakan untuk memelihara, melestarikan sampai menyampaikan pendidikan dengan corak kebudayaan yang memiliki ciri khas tersendiri pada masing-masing daerah.
Untuk itu, semakin berkembang pesatnya zaman, antara pendidikan dengan kebudayaan haruslah tetap berpadu untuk melestarikan keduanya. Sedangkan misi pendidikan yang berbasis kebuyaan antara lain:
a.         Mengintegrasikan nilai-nilai kebudayaan indonesia kedalam perencanaan pelaksalanan pengembanagan pendidikan.
b.         Menjadikan pendidikan sebagai wahana bagi pemasyarakatan nilai-nilai budaya kepada generasi muda.
c.         Mengupayakan terhindarnya peserta didik dari pengaruh budaya global yang negatif
d.        Mendorong tumbuh dan berkembangnya  nilai-nilai budaya yang mendorong lahirnya etos kerja yang tinggi.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa misi pendiddikan yang berbasis kebudayaan adalah membentuk agar manusiadapat menunjukkan prilaku sebagai mahluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dengan masyarakat serta dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat demi kepentingan pribadi dan orang lain.
Adapun tujuan pendidikan yang berbasis kebudayaan adalah melainkan peserta didik yang memiliki karakter yang merupakan keseluruhan dinamika rasional antar pribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari dalam maupun luar dirinya agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebabasan.[7]
Karakter peserta didik yang dimaksud disini adalah karakter yang ditunjukan oleh peserta didik yang mencerminkan pribadi yang berbudaya yang mampu menjaga kehormatan pribadinya dengan baik dan mampu bergaul serta berkomunikasi dengan masyarakat sehingga dapat diterima dibelahan masyarakat manapun.
2.        Layanan dan kemasan pendidikan
Layanan dan kemasan pendididkan modern dalam menghadapi dampak budaya kota, misalnya adalah dengan cara mengajak siswa, orang tua, dan sesama pendidik bersama-sama mengadakan refleksi atau perenungan sacara mendalam atau secara berskala. Pendidik patut membuat hal ini menjadi hal yang dinikmati. Tantangan terbesar tentunya adalah bgaimana aagar pilihan-pilihan pengajaran-pengajaran dan pembelajaran-pembelajaran yang menjadi keniscayaan pada budaya kota mendapatkan makna spiritual.
Disini pendidikan yang dituntut untuk dapat menyampaikan pembalajaran kepada anak didik dengan menggunakan bahasa atau percakapan yang lebih menarik dan modern tanpa meninggalkan nilai-nilai kebudayaan dalam pendidikan yang sudah dilaksanakan olah orang kita sejak dahulu, dan sebagai generasi penerus berusahalah kita dapat melestarikannya.
3.        Muatan pendidikan
Kebudayaan indonesia yang dicita-citakan ialah stu kebudayaan yang tetap mencerminkan kepribadian indonesia dan mampu meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat indonesia. Muatan pendidikan, termasuk pendidikan agama harus mampu meletakkan landasan moral, etika, dan spiritual yang kukuh bagi pembangunan indonesia. Selain itu, muatan pendidikan juga harus mampu memperkenalkan keragaman budaya yang ada diindonesia, baik sebagai pengetahuan, mupun sebagai alat untuk berkomunikasi dan berintraksi antara satu dengan yang lainnya serta membangkitkan rasa cinta tanah air.
Aspek sosial budaya memandang manusia sebagai mahluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau yang memiliki ghazirah (insting) unyuk hidup masyarakat. Sebagai mahluk sosial itu manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial yang diperhitungkan  dalam mengembangkan inter relasi ( hubungan timbal balik) dan interaksi ( saling pengaruh dan mempengaruhi) antara sesama anggota msyarakat dalam kesatuan hidup bermasyarakat beradab.[8]
Keadaan indonesia yang sanagt kaya akan keragaman da kulturnya, sebenarnya merupakan potensi yang luar biasa. Mempertahankan dan meningkatkan budaya daerah masina-masing perlu terus menerus diduking dan dikembangankan dengan tujuan agar tidak eksklusif dan terbuka akan pertumbuhan dan perkembangan budaya lain. perlu dikembangan wawasan budaya multikultural yang menghormati universalisme pluralisme kebhinekaan keanekaragaman, dan sifat inklusif.
Dalam meningkatkan mutu dan relefansi pendidikan pada dasarnya sangat diperlukan orentasi lokal yang bersifat kedaerahan, maupun kepentingan nasional dan benhkan harus memiliki perspektif globbal.[9]
Perlunya memperhatikan persoalan bidang sosial karena adanya gejala munculnya eksklusivisme kesatuan pada daerah tertentu yang ingin menunjukan sebagai daerah khusus yang menuntut untuk dialog secara plural dan inklusif. Dalam dunia pendidikan tindakan eksklusivisme semacam ini cukup membahayakan bagi pesrta didik apa bila pengaruhnya terlalu besar dan mereka menginternalisasi nilai-nilai eksklusivitis yang ditanamkan hal itu akan menbuat rawan bagi terwujudnya persatuan kan kesatuan bangsa indonesia. 

C.         Pendidikan Multikultural
Pendidikan dewasa ini memang sangat terpengaruh oleh efek global yang semakin kuat. Terciptanya berbagai teknologi pendidikan seprti internet, elearning, semua itu tentunya bertujuan untuk memudahkan kita namun, lama-kelamaan dengan semakin canggihnya tehnologi, manusia cenderung lebih individualistis. Dikatakan sebelumnya bahwa hakikat manusia adalah sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia juga adalah mahluk yang berbudaya. Untuk itu diperlukan sebuah pendidikan yang dapat memberi pandangan tentang keberagaman budaya serta bagaimana cara merespon perubahan sosial akibat efek global, contohnya adalah pendidikan mutikultural.
Pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam meresponperubahan demografis dan multikultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Selain itu ada pula yang berpendapat, bahwa pendidikan multikultural dipersepsikan sebagai suatu jembatan untuk mencapai kehidupan bersama dari umat manusia didalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan-tantangan baru. Pendidikan multikultural yang mempunyai wajah baru, yaitu penghargaan akan kebudayaan dari masing-masing kelompok etnis dipengaruhi oleh peubahan di dalam konsep mengenai arti budaya di dalam kehidupan masyarakat. Pendididkan multikulturalisme berjalan bergandengan dengan proses demokratisasi di dalam kehidupan masyarakat. Proses demokratisasi tersebut dipicu oleh adanya peningkatan terhadap hak asasi manusia yang tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan warna kulit, agama, jenis kelamin, status sosial, pekerjaan, dan lain sebagainya.[10]
Dengan demikian, pendidikan multikultural akan dapat membuat setiap individu lebih menghargai perbedaan kebudayaan masing-masing daerah. Setiap daerah memiliki corak kebudayaan dan latar belakang yang berbeda-beda. Disini terlihat bahwa manusia yang berbudaya sedang dibentuk untuk menghadapi tantangan era globalisasi dengan bermodalkan pendidikan kebudayaan. Dengan ini diharapkan bahwa peserta didik akan mampu menjadi mahluk sosial yang berbudaya dan hidup di zaman globalisasi.
Berdasarkan uraian terlihat tiga hal sebagai berikut. Pertama, pendidikan multikultural muncul karena adanya kecendrungan yang kuat dari setiap warga negara untuk memperoleh pengakuan secara lebih adil dan demokrasi dalam bidang pendidikan, sosial,ekonomi dan lain sebagainya, dengan tidak membedakan latar belakang agama, budaya etnis, dan lain sebagainya. Kedua, pendidikan multikultural muncul sebagai akibat dorongan masyarakat kepada pemerintah untuk menerapkan prinsip-prinsip kehidupan yang lebih berbudaya da beradab dalam berbagai aspek kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip kehidupan yang lebih berbudaya dan beradab itu antara lain meliputi penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, keadilan, egaliter, manusiawi, jujur, amanah, toleransi, dan persaudaraan. Ketiga, pendidikan multikultural muncul karena adanya kecendrungan untuk mengakui pluralisme (keragaman) sebagai sebuah keniscayaan atau realitas yang bersifat alami dan diterima dengan penuh kesadaran. Pendidikan multikultural menghendaki agar setiap negara yang memiliki keragaman penduduk harus diperlakukan secara adil dan demokratis.[11]
Dapat disimpulkan bahwa aspek pertama tujuan pendidikan multikultural adalah keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, karena setiap manusia memiliki hak yang sama dalam pendidikan dan kesejahteraan. Yang kedua adalah tentang keinginan masyarakat dalam hal tatanan kehidupan yang lebih berbudaya, beradap dan menjunjung tinggi rasa sosial atau tolong menolong serta rasa persaudaraan yang kuat dalam menjalani hidup dalam era global. Dan yang ketiga adalah keinginan masyarakat tentang keragaman masing-masing individu dan budaya yang menjadi ciri tersendiri dari setiap daerah.
D.         Pendidikan Berbasis Masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu unsur yang berpengaruh terhadap pendidikan. Masyarakat dikatakan sebagai lembaga pendidikan luar sekolah yang merupakan tempat peserta didik untuk dapat mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dalam sekolah. Masyarakat adalah sekumpulan seorang yang tinggal di tempat yang sama dengan tujuan yang sama. Masyarakat harus diikut sertakan dalam kegiatan pendidikan karena merupakan aspek yag sangat penting baik keberadaan maupun peranannya dalam pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk ikut serta memberikan peran da partisipasi nya dalam kegiatan pendidikan. Berbagai kegiatan da komponen pendidikan, mulai dari perumusan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar-mengajar, pengadaan sarana prasarana dan lain sebagainya. Dilakukan dengan mempertimbangkan dengan kebutuhan masyarakat dengan latar belakang budaya, agama, etnisitas, dan lain sebagainya. Dengan cara demikian, pendidikan yang diberikan oleh sebuah lembaga pendidikan benar-benar dapat mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat yang beragam. Pendidikan dengan berbasis masyarakat ini diperlukan dengan pertimbangan; pertama, sebagai reaksi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang menjadikan masyarakat hanya sebagai objek yang harus mengikuti sepenuhnya keinginan sebuah lembaga. Melalui konsep pendidikan yang berbasis masyarakat ini, msyarakat dilibatkan dan diperhatikan harapan dan keutuhan nya dalam merancang kegiatan pendiidkan. Kedua, sebagai sebuah upaya, agar program pendidikan yang dilaksanakan dapat sejalan dengan perkembangan dengan masyarakat sehingga lulus pendidikan benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Ketiga, sebagai sebuah upaya untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kemauannya. [12]
Dengan konsep pendidikan yang berbasis masyarakat dimungkin kan munculnya inisiatif, kreatifitas, dan kemauan bagi masyarakat untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan cara memberikan tenaga, pemikiran, dan harta bendanya bagi kepentingan pendidikan. Masyarakat dapat terlibat dalam mengadakan lahan, bangunan gedung sekola, peralatan belajar mengajar, guru, pembiayaan dan lainnya. Dengan konsep ini, pendidikan yang berkembang di masyarakat akan memiliki dinamika dan warnanya yang amat beragam, sesuai dengan dinamika dan keragaman yang ada di masyarakat.



BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
a.         Manusia sebagai mahluk sosial tentunya membutuhkan orang lainuntuk melangsungkan kehidupan. Dimana antar individu saling berintraksi dalam berbagai aspek kehidupan seperti perdagangan, tolong menolong, transportasi dan salah satunya adalah bidang pendidikan. Dalam kehidupan sehari-hari,manusia menciptakan budaya yang menjadikan ciri khas bagi mereka dan bentukbudaya antara suatu daerah atau negara yang satu akan berbeda degan negara yang lainnya. Dalam dunia pendidikan, aspek sosial budaya akan mempengaruhi bagaimana pendidikan disampaikan,diterima dan dijalan kan pada suatu daerah.
b.         Sistem sosial budaya merupakan mekanisme hubungan tindakan, perbuatan dan prilaku berdasarkan standar norma yang disepakati bersama oleh para anggota mesyarakat.
c.         Corak sosial budaya suatu masyarakat akan memberikan warna tersendiri terhadap sistem pendidikan yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.
d.        Manusia dalam hidup bermasyarakat pada hakekatnya adalah obyeknya, dan subyek pembudayaan itu adalah pendidikan. Dengan demikian masyarakat tanpa pendidikan tidak mungkin dapat hidup berbudaya tinggi. Oleh karna itu, pendidikan merupakan  bagian dari kebudayaan umat manusia, dan iya menjadi cabang dari disiplin ilmu kebudayaan. Studi perbandingan pendidikan memandang pendidikan kecuali memiliki potensi kultural juga mempunyai daya membentuk dan mengubah corak dan isi kebudayaan masyarakat ke arah tujuan tertentu sesuai trends (arah) perkembangan hidup yang dicita-citakan. Oleh karena itu, melalui studi perbandingan pendidikan seseorang akan dapat lebih banyak mengenal dan meresapi corak,bentuk dan cita-cita kultural masyarakat yang distudi.
e.         Pendidikan multikultural adalah pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demogrefis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Selain itu, ada pula yang berpendapat, bahwa pendidikan multikultural dipersepsikan sebagai suatu jembatan untuk mencapai kehidupan bersama dari umat manusia di dalam era globalisasi yang penuh dengan tantangan-tangan baru. Pendidikan multikultural yang mempunyai wajah baru, yaitu penghargaan akan kebudayaan dari masing-masing kelompok etnis dipengaruhi oleh perubahan di dalam konsep untuk mengenai arti budaya didalam kebudayaan manusia.
f.          Pendidikan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagian kegiatan pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk ikut serta memberikan peran dan partisipasinya dalam kegiatan pendidikan. Berbagai kegiatan dan komponen pendidikan mulai dari perumusan visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, pandangan sarana prasarana dan lain sebagainya dilakukan dengan mempertimbangkan dengan kebutuhan masyarakat dengan latar belakang budaya, agama, etnisitas, dan lain sebagainya. 



DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Arifin, HM. Ilmu Perbandingan Pendidikan. Jakarta: Golden Teroyan Press.1986.
Arief Armai, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Hasbullah. Otonomi  Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Samsul Nizar, M. Syaifudin. Isu-Isu Kontemporer- Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2010.






[1] . Samsul Nizar,M. Syaifudin. Isu-Isu Komentar- Tentang Pendidikan Islam.(jakarta;kalam mulia,2010). Hal. 58
[2]. Ibid. Hal. 59

[3] .ibid. Hal. 63
[4]. Ibid.Hal. 64
[5].Arifin, HM. Ilmu Perbandingan Pendidikan.(Jakarta;Golden Terayon Press,1986). Hal.12
[6].Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner.(Jakarta;Rajawali Pers,2009). Hal. 280
[7].Op.Cit.Hal 281
[8].Arief Armai. Pengantar Ilmudan Metodologi Pendidikan Islam.(Jakarta;Ciputat Pers,2002). Hal. 25
[9] Hasbullah.Otonomi Pendidikan.(Jakarta; Raja Grafindo Persada,2007). Hal.43
[10]Abuddin Nata.Op.Cit. hal. 289
[11]Abuddin Nata. Op.Cit. Hal.290
[12] Abuddin Nata. Op.Cit. Hal. 291
Perbandingan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sosial Kultural Perbandingan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sosial Kultural Reviewed by Unknown on 10:53 PM Rating: 5

No comments:

ads
Powered by Blogger.