ads

Perbandingan Pendidikan: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam pengertian seluas-luasnya, pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. dalam konteks masyarakat Arab, tempat Islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan. Dan pondok pesantren merupakn salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia.
Keberadaan pondok pesantren dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya salaing mempengaruhi. Sebagian besar pesantren berkembang dari adanya dukungan masyarakat, dan secara sederhana muncul atau berdirinya pesantren merupakan inisiatif masyarakat baik secara individual maupun kolektif. Begitu pula sebaliknya perubahan sosial dalam masyarakat merupakan dinamika kegiatan pondok pesantren dalam pendidikan dan kemasyarakatan. Berdasarkan kondisi pesantren yang sedemikian rupa, maka kondisi pesantren menjadi cerminan pemikiran masyarakat dalam mendidik dan melakukan perubahan sosial terhadap masyarkat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian pondok pesantren?
2.      Apakah tujuan pondok pesantren?
3.      Apakah fungsi pondok pesantren?
4.      Sebutkan tipe-tipe pondok pesantren?
5.      Sebutkan karakteristik pondok pesantren?
6.      Bagaimana sistem pendidikan pondok pesantren?
7.      Sebutkan kekuatan dan kelemahan pondok pesantren?

C.    Tujuan

1.      Mengetahui  pengertian pondok pesantren.
2.      Mengetahui tujuan pondok pesantren.
3.      Mengetahui fungsi pondok pesantren.
4.      Mengetahui tipe-tipe pondok pesantren.
5.      Mengetahui karakteristik pondok pesantren.
6.      Mengetahui sistem pendidikan pondok pesantren.
7.      Mengetahui kekuatan dan kelemahan pondok pesantren.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan formal yang tertua bagi masyarakat Islam di Indonesia. Kata pesantren berasal dari akar kata cantrik yang merupakan kata benda konkret, kemudian berkembang menjadi kata benda abstrak yang diimbuhi awalan pe- dan akhiran –an. Karena pergeseran tertentu. Kata cantrik berubah menjadi kata santri. Dengan demikian, proses jadinya, sesuai dengan hukum tata bahasa-bahasa Indonesia, fonem –ian berubah menjadi –en sehingga lahirlah kata pesantern. Sedangkan, kata pondok jelas merupakan penyesuaian ucapan kata funduk dalam bahasa Arab yang berarti tempat menginap.[1]
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan didikkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Ilmu-ilmu agama yang terdiri dari berbagai cabang diajarkan di pesantren dalam bentuk wetonan, sorogan, hafalan, ataupun musyawarah (muzakarah).[2]
Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren biasa disebut dengan pondok saja atau kedua kata tersebut digabung menjadi satu sehingga disebut pondok pesantren. Menurut M. Arifin sebagaimana dikutip oleh Mujamil Qomar, mendefinisikan pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.[3]

B.     Tujuan Pondok Pesantren
Pendidikan pesantren mencanangkan tujuan sebagai berikut:
1.      Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama.
Sesuai dengan Al-Qur’an surat at-Taubat: 122, kelompok ini adalah pengawal umat yang memberi peringatan dan pendidikan kepda umatnya untuk bersikap, berfikir, berperilaku, serta berkarya sesuai dengan ajaran agama. kemudian para ulama diharapkan dapat menguasai ilmu agama tidak hanya sebagai nilai-nilai universal, tetapi juga menguasai tata cara implementasi nilai-nilai tersebut.
2.      Mendidik muslim yang dapat melaksanakan syariat agama.
Lulusan pesantren walaupun mereka tidak sampai ketingkat ulama adalah mereka yang harus mempunyai kemampuan melaksakan syaiat agama secara nyata dalam rangka mengisi, membina, dan mengembangkan suatu peradaban dalam perspektif Islami waluapun mungkin mereka tidak tergolong pada ulama yang menguasai ilmu-ilmu agar secara khusus. Dengan perkataan lain, aspek praktisnyalah yang dipentingkan.
3.      Mendidik agar objek memiliki keterampilan dasar yang relevan dengan terbentuknya masyarakat beragama.
Pada setiap kelompok masyarakat dalam bentuk kultur atau peradaban apa pun, ada sekelompok manusia yang pengetahuan agama atau keyakinannya relatif minim. Akan tetapi, tidak lantas dikatakan bahwa kelompok manusia terakhir ini tidak memiliki komitmen (keterkaitan yang erat) dengan nilai-nilai dan cita-cita yang relevan dengan agama. karena mungkin saja secara praktis, mereka melakukan kegiatan-kegiatan kehidupan yang turut serta mewujudkan satu masyarakat maju, menguasai kemampuan, dan memiliki keterampilan yang bukan hanya mencerminkan keagamaan kawasan sosial, melainkan juga dalam suatu keutuhan sistem kultur atau peradaban tertentu. Mereka adalah manusia-manusia yang merupaka agen perubahan.[4]

C.    Fungsi Pondok Pesantren
Dimensi fungsional pondok pesantren tidak bisa dilepas dari hakekat dasarnya bahwa pondok pesantren tumbuh berawal dari masyarakat sebagai lembaga informal desa dalam bentuk yang sangat sederhana. Oleh karena itu perkembangan masyarakat sekitarnya tentang pemahaman keagamaan (Islam) lebih jauh mengarah kepada nilai-nilai normatif, edukatif dan progresif.
Adanya fenomena yang nampak, menjadikan pondok pesantren sebagai lembaga milik desa yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat desa itu, cenderung tanggap terhadap lingkungannya. Oleh karena itu adanya perubahan dalam pesantren sejalan dengan derap pertumbuhan mesayarakatnya, sesuai dengan hakekat pondok pesantren yang cenderung menyatu dengan masyarakat desa.
Dengan kondisi lingkungan desa dan pesantren yang sedemikian rupa, maka pondok pesantren memiliki fungsi, yaitu:
1.      Pondok Pesantren  Sebagai Lembaga Pendidikan
Berawal dari bentuk pengajian yang sangat sederhana, pada akhirnya pesantren berkembang menjadi lembaga pendidikan secara reguler dan diikuti oleh masyarakat, dalam pengertian memberi pelajaran secara material maupun imaterial, yakni mengajarkan bacaan kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama abad pertengahan dalam wujud kitab kuning.
Dalam perkembangannya, misi pendidikan pondok pesantren terus mengalami perubahan sesuai dengan arus kemajuan zaman yang ditandai dengan munculnya IPTEK, sejalan dengan terjadinya perubahan sistem pendidikannya, maka makin jelas fungsi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, di samping pola pendidikan secara tradisional diterapkan juga pola pendidikan modern.
Pemahaman fungsi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan terletak pada kesiapan pesantren dalam menyiapkan diri untuk ikut serta dalam pembangunan dibidang pendidikan dengan jalan adanya perubahan sistem pendidikan sesuai dengan arus perkembangan zaman dan teknologi secara global.
2.      Pondok Pesantren Sebagai Lemabaga Da’wah
Secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik di dalam maupun di luar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan da’wah, sebab pada hakekatnya pondok pesantren berdiri tak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan kalimat Allah dalam pengertian penyebaran ajaran agama Islam agar pemeluknya memahami Islam dengan sebenarnya. Oleh karena itu kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka da’wah Islamiyah.
3.      Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Sosial
Fungsi pondok pesantren sebagai lembaga sosial menunjukkan keterlibatan pesantren dalam menangani masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Atau dapat juga dikatakan bahwa pesantren bukan saja sebagai lembaga pendidikan dan da’wah tetapi lebih jauh daripada itu ada kiprah yang besar dari pesantren yang telah disajikan oleh pesantren untuk masyarakatnya.[5]
4.      Pondok Pesantren sebagai  Lembaga Pengkaderan
Pesantren juga berfungsi sebagai lembaga pengkaderan yang berhasil mencetak keder umat dan kader bangsan. Banyak alumnus pesantren yang menjadi pemimpin umat dan bangsa atau menjadi etit strategi dalam berbagai bidang kehidupan. Selain banyak yang menjadi guru atau mubaligh, tidak sedikit keluaran pesantren yang menjadi pengusaham tentaram cendekiawan, maupun wartawan. Hal ini menunjukkan bahwa produk lembaga pendidikan pesantren memperoleh pengakuan sosial yang luas.
5.      Pondok Pesantren sebagai Agen Reformasi Sosial
Pesantren juga berfungsi sebagai agen reformasi sosial yang menciptakan perubahan dan perbaikan dalam kehidupan masyarakat. Hal terakhir ini memungkinkan terjadi karena pesantren dengan figur sentral kyai mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan masyarakat sekitar sehingga dapat melakukan mobilisasi sosial yang efektif.[6]

D.    Tipe-Tipe Pondok Pesantren
1.      Pondok Pesantren Tradisional
Pondok pesantren ini masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan menerapkan sistem “halaqah” yang dilaksanakan di masjid atau surau.  Hakekat dari sistem pengajaran halaqah adalah penghapalan yang titik akhirnya dari segi metodologi cenderung kepada terciptanya santri yang menerima dan memiliki ilmu. Artinya ilmu itu tidak berkembang ke arah parnipuranya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan oleh kyainya. Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para kyai pengasuh pondoknya. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok (santri mukim) dan santri yang tidak menetap di dalam pondok (santri kalong).

2.      Pondok Pesantren Modern
Pondok pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik dan meninggalkan sistem belajar tradisional. Penerapan sistem belajar modern ini terutama nampak pada penggunaan kelas-kelas belajar baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasional. Santrinya ada yang menetap ada yang tersebar di sekitar desa itu. Kedudukannya para kyai sebgai koordinator pelaksana proses belajar mengajar dan sebagai pengajar langsung di kelas. Perbedaannya dengan sekolah dan madrasah terletak pada porsi pendidikan agama dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal.


3.      Pondok Pesantren Komprehensif
Pondok pesantren ini disebut komprehensif karena merupakan sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara yang tradisional dan yang modern. Artinya di dalamanya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan, bandongan dan wetonan, namun secara reguler sistem persekolahan terus dikembangkan. Lebih jauh dari pada itu pendidikan masyarakat pun menjadi garapannya. Dalam arti yang sedemikian rupa dapat dikatakan bahwa pondok pesantren telah berkiprah dalam pembangunan sosial kemasyarakatan.

E.     Karakteristik Pondok Pesantren
Pondok  pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lainnya baik dari aspek sistem pendidikan maupun unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi sistem pendidikannya. Terlihat dari proses belajar-mengajarnya yang cenderung sederhana dan tradisional, sekalipun juga terdapat pesantren yang bersifat memadukannya dengan sistem pendidikan modern. Yang mencolok dari perbedaan itu adalah perangkat-perangkat pendidikannya baik perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware)nya. Keseluruhan perangkat pendidikan itu merupakan unsur-unsur dominan dalam keberadaan pondok pesantren. Bahkan unsur-unsur dominan itu merupakan ciri-ciri (karakteristik) khusus pondok pesantren.
Ada beberapa ciri yang secara umum dimiliki oleh pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan sekaligus sebagai lembaga sosial yang secara informal itu terlibat dalam pengembangan masyarakat pada umumnya. Zamarkhasyari Dhofier mengajukan lima unsur pondok pesantren yang melekat atas dirinya yang meliputi: pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab Islam klasik, santri, kyai dan pengembangan lingkungan hidup.
Pondok pesantren bukan hanya terbatas dengan kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan melainkan mengembangkan diri menjadi suatu lembaga pengembangan masyarakat. Oleh karena itu pondok pesantren sejak semula merupakan ajang mempersiapkan kader masa depan dengan perangkat-perangkat sebagai berikut:

1.      Masjid
Masjid pada hakikatnya merupakan sentral kegiatan muslimin baik dalam dimensi ukhrawi dalam ajaran Islam, karena pengertian yang lebih luas dan maknawi masjid memberikan indikasi sebagai kemampuan seorang abdi dalam mengabdi kepada Allah yang disimbolkan sebagai adanya masjid (tempat sujud). Atas dasar pemikiran itu dapat difahami bahwa masjid tidak hanya terbatas pada pandangan materialistik, melainkan pandangan idealistik immaterialistik termuat di dalamnya.
Pemikiran materialistik mengarah kepada keberadaan masjid sebagai suatu bangunan yang dapat ditangkap oleh mata. Dalam hal ini secara sederhana masjid adalah temapat sujud. Sujud adalah sebagai simbol kepatuhan seorang hamba kepada khaliqnya. Oleh karena itu seluruh kegiatan yang mengambil tempat di masjid tentu memiliki nilai ibadah yang tinggi. Artinya proses kegiatan itu hanya mengharapkan keridho’an Allah yang bersifat Illahinya, berkaitan dengan pahala dan balasan dari Allah.
Di dunia pesantren masjid dijadikan ajang atau sentral kegiatan pendidikan Islam baik dalam pengertian modern maupun tradisional. Dalam konteks yang lebih jauh masjidlah yang menjadi pesantren pertama, tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar adalah masjid. Dapat juga dikatakan masjid identik dengan pesantren, seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di dekat rumahnya.

2.      Pondok
Setiap pesantren pada umumnya memiliki pondokan. Pondok dalam pesantren pada dasarnya merupakan dua kata yang sering penyebutannya tidak dipisahkan menjadi “Pondok Pesantren”, yang berarti keberadaan pondok dalam pesantren merupakan wadah pengemblengan, pembinaan dan pendidikan serta pengajaran ilmu pengetahuan.
Kedudukan pondok bagi para santri sangatlah esensial sebab di dalamnya santri tinggal belajar dan ditempa diri pribadinya dengan kontrol seorang ketua asrama atau kyai yang memimpin pesantren itu. Dengan santri tinggal di asrama berarti dengan mudah kyai mendidik dan mengajarkan segala bentuk jenis ilmu yang telah ditetapkan sebagai kurikulumnya. Begitu pula melalui pondok santri dapat melatih diri dengan ilmu-ilmu praktis seperti kepandaian berbahasa Arab dan Inggris juga mampu menghafal al-Qur’an begitu pula keterampilan yang lain. Sebab di dalam pondok pesantren santri saling kenal-mengenal dan terbina kesatuan mereka untuk saling isi-mengisi dan melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan.
Pondok sebagai wadah pendidikan manusia seutuhnya sebagai operasionalisasi dari pendidikan yakni mendidikan dan mengajar. Mendidik secara keluarga berlangsung di pondok sedangkan mengajarnya di kelas dan mushola. Hal inilah yang merupakan fase pembinaan dan peningkatan kualitas manusia sehingga ia bisa tampil sebagai kader masa depan. Oleh karena itu pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang pertama mengembangkan lingkungan hidup dalam arti kata pengembangan sumber daya manusia dari segi mentalnya.

3.      Kyai
Ciri yang paling esensial bagi suatu pessantren adalah adanya seorang kyai. Kyai pada hakekatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai ilmu di bidang agama dalam hal ini agama Islam. Terlepas dari anggapan kyai sebagai gelar yang sakral, maka sebutan kyai muncul di dunia pondok pesantren. Dalam tulisan ini kyai merupakan suatu personafikasi yang sangat erat kaitannya dengan suatu pondok pesantren.
      Keberadaan kyai dalam pesantren sangat sentral sekali. Suatu lembaga pendidikan Islam disebut pesantren apabila memiliki tokoh sentral yang disebut kyai. Jadi kyai di dalam dunia pesantren sebagai penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren sesuai dengan pola yang dikehendaki. Di tangan seorang kyailah pesantren itu berada. Oleh karena itu kyai dan pesantren merupakan dua sisi yang selalu berjalan bersama. Bahkan “kyai bukan hanya pemimpin pondok pesantren tetapi juga pemilik pondok pesantren”. Sedangkan sekarang kyai bertindak sebagai koordinator.
      Dengan demikian kemajuan dan kemunduran pondok pesantren benar-benar terletak pada kemampuan kyai dalam mengatur operasionalisasi/pelaksanaan pendidikan di dalam pesantren, sebab kyai merupakan “penguasa” baik dalam pengertian fisik maupun non fisik yang bertanggung jawab demi kemajuan pesantren. Dalam kenyataannya pesantren sebagian besar berkembang dan menemukan bentuknya yang lebih mapan.  Faktor utamanya adalah karena adanya kyai yang selalu tertanam rasa memiliki, bahkan tidak jarang berdirinya suatu pondok pesantren merupakan gagasan dalam diri kyai, sekalipun sekarang banyak yang berasal dari masyarakat.
      Adanya keikhlasan yang muncul dari seorang kyai membawa efek munculnya pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan yang selalu disegani dan tetap menarik tanpa dipengaruhi oleh waktu yang berkembang dan lingkungan yang mengintarinya. Lebih jauh kemajuan zaman membentuk pesantren sebagai lembaga pendidikan yang termodifikasi oleh zamannya.

4.      Santri
Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai pengejawantahan adanya peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliknya oleh seorang kyai yang memimpin sebuah pesantren. Oleh karena itu santri pada dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kyai dan pesantren.
      Di dalam proses belajar mengajar ada dua tipoogi santri yang belajar di pesantren berdasarkan hasil penelitian Zamakhsyari Dhofier.
a.       Santri Mukim
Santri mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kyai dan secara aktif menuntut ilmu dari seorang kyai. Dapat juga secara langsung sebagai pengurus pesantren yang ikut bertanggung jawab atas keberadaan santri lain. Setiap santri yang mukim telah lama menetap dalam pesantren secara tidak langsung bertindak sebagai wakil kyai.
b.      Santri Kalong
Santri kalong pada dasarnya adalah seorang murid yang berasal dari desa sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan jalan menetap di dalam pondok pesantren, melainkan semata-mata belajar dan secara langsung pulang ke rumah setelah belajar di pesantren.

5.      Pengajaran Kitab-Kitab Islam Klasik
Kitab-kitab Islam klasik biasanya dikenal dengan istilah kuning yang terpengaruh oleh warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis oleh ulama zaman dulu yang berisikan tentang ilu keislaman seperti fiqih, hadits, tafsir maupun tentang akhlak.
Ada dua esensinya seorang santri belajar kitab-kitab tersebut di samping mendalami isi kitab maka secara tidak langsung juga mempelajari bahasa Arab sebagai bahasa kitab tersebut. Oleh karena itu seorang santri yang telah tamat belajarnya di pesantren cenderung memiliki pengetahuan bahasa Arab. Hal ini menjadi ciri seorang santri yang telah menyelesaikan studinya di pondok pesantren, yakni mampu memahami isi kitab dan sekaligus jug amampu menerapkan bahasa kitab tersebut menjadi bahasanya.

6.      Pengembangan Lingkungan Hidup
Ciri yang menonjol dan tdak kalah pentingnya dari ciri yang ada pada pesantren adalah adanya upaya pengembangan lingkungan hidup, sekalipun wujud yang ada pada pesantren sangat sederhana nemun lebih jauh daripada itu pengembangan lingkungan nampaknya dijadikan modal dasar berkembangnya pesantren.
Pengembangan lingkungan dalam pesantren merupakan suatu upaya pembentukan kemandirian baik bagi pesantren, maupun santri, sebab dana atau pembiayaan kebutuhan pesantren sebagian besar merupakan usaha warga pesantren dalam menanggulanginya sendiri. Walaupun tidak menyeluruh setiap pondok pesantren telah lebih dulu memiliki tanah wakaf yang dijadikan sawah dan pengembangan di bidang amal usahanya, seperti: peternakan, perikanan, dan pertukangan.
Dengan hasil yang diperoleh melalui pengembangan lingkungan rata-rata pesantren yang memiliki ciri sedemikian rupa mampu membiayai dirinya sendiri bahkan membangun pesantren dalam arti fisik maupun nonfisik. 
F.     Sistem Pendidikan Pondok pesantren
1.      Pola Pendidikan dan Pengajaran Pondok Pesantren
a.       Pendidikan dan Pengajaran yang Bersifat Tradisional
Pemahaman sistem yang bersifat tradisional adalah lawab dari sistem yang modern. Sistem tradisional adalah berangkat dari pola pengajaran yang sangat sederhana dan sejak semula timbulnya, yakni pola pengajaran sorogan, bandongan dan wetonan dalam mengkaji kitab-kitab agama yang ditulis oleh para ulama zaman abad pertengahan dan kitab-kitab itu dikenal dengan istilah kitab kuning.
1)      Sorogan
Sistem pengajaran dengan pola sorogan dilaksanakan dengan jalan santri yang biasanya pandai menyorongkan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapan kyai. Dan kalau ada salahnya kesalahan itu langsung dihadapi oleh kyai itu.
2)      Wetonan
Sistem pengajaran dengan jalan wetonan dilaksanakan dengan jalan kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri dengan membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Dalam sistem pengajaran yang semacam itu tidak dikenal dengan absensinya. Santri boleh datang boleh tidak, juga tidak ada ujian.
3)      Bandongan
Sistem pengajaran yang serangkaian dengan sistem sorogan dan wetonan adalah bandongan yang dilakukan saling kait-mengkaitkan dengan yang sebelumnya. Sistem bandongan, seorang santri tidak harus menunjukkan bahwa ia mengerti pelajaran yang sedang dihadapi. Para kyai biasanya membaca dan menterjemahkan kata-kata yang mudah.

b.      Pendidikan dan Pengajaran yang Bersifat Modern
Di dalam perkembangannya pondok pesantren tidaklah semata-mata atas pola lama yang bersifat tradisional dengan ketiga pola pengajarn di atas, melainkan dilakukan inovasi dalam pengembangan suatu sistem. Disamping pola tradisional yang termasuk ciri pondok-pondok Salafiah, maka gerakan khalafiyah telah memasuki derap perkembangan pondok pesantren. Ada tiga sistem yang diterapkan, yaitu:
1)      Sistem Klasikal
Pola penerapan sistem klasikal ini adalah dengan pendirian sekolah-sekolah baik kelompok yang mengelola pengajaran agama maupun ilmu yang dimasukkan dalam kategori umum dalam arti termasuk di dalam disiplin ilmu-ilmu kauni, yang berbeda dengan agama yang sifatnya tauqifi.
Kedua disiplin ilmu itu di dalam sistem perekolahan diajarkan berdasarkan kurikulum yang telah baku dari departemen Agama dan Departemen Pendidikan. Bentuk-bentuk lembaga yang dikembangkan di dalam pondok pesantren terdiri dari dua departemen yang lebih banyak mengelola bidang pendidikan dan kebudayaan dan departemen agama.
2)      Sistem Kursus-Kursus
Pola pengajaran yang ditempuh melalui kursus ini ditekankan pada pengembangan keterampilan berbahasa Inggris, disamping itu diadakan keterampilan tangan yang menjurus kepada terbinanya kemampuan psikomotor seperti kursus jahit, mengetik, komputer dan sablon.
Pengajaran kursus ini mengarah kepada terbentuknya santri yang memiliki kemampuan praktis guna terbentuknya santri-santri yang mandiri. Sebab pada umumnya santri diharapkan tidak tergantung kepada pekerjaan di masa mendatang, melainkan harus mampu menciptakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan mereka.
3)      Sistem Pelatihan
Di samping sistem pengajaran klasikal dan kursus, dilaksanakan juga sistem pelatihan yang menekankan pada kemampuan psikomotorik. Pola pelatihan yang dikembangkan adalah termasuk menumbuhkan kemampuan praktis seperti pelatihan pertukangan, perkebunan, perikanan, menajemen koperasi dan kerajinan-kerajinan yang mendukung terciptanya kemandirian integratif. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan yang lain yang cenderung lahirnya santri intelek dan ulama yang mumpuni.[7]

2.      Orientasi Kurikulum Pada Pondok Pesantren
Menurut Nurcholish Madjid, dalam aspek kurikulum terlihat bahwa pelajaran agama masih dominan di lingkungan pesantren, bahkan materinya hanya khusus yang disajikan dalam bahasa Arab. Mata pelajarannya meliputi fiqih, aqa’id, nahwu ahorf, tasawuf, hadits, dan lain-lain. Disisi lain, pengetahuan umum nampaknya masih dilaksanakan secara setengah-setengah, sehingga kemampuan santri biasanya sangat terbatas dan krang mendapat pengakuan dari masyarakat umum.
Nampaknya Nurcholish madjid di sini menekankan agar dalam penerapan kurikulum di pesantren adanya check and balance. Pertimbangan yang dimaksud baik antara materi hasanah Islami klasik itu sendiri, misalnya penekanan yang sama antara fiqh, ‘aqaid, tafsir, hadits bahasa arab dan lain-lain. Dan pertimbangan antara pengetahuan keislaman dan pengetahuan umum. Ketidakseimbangan ini pada gilirannya, bahkan telah melahirkan suatu nilai di pesantren-pesantren yang diyakini menjadi suatu paham (Ahl-Sunnah wa al-Jama’ah).

3.      Sistem Nilai di Pondok Pesantren (Ahl al-Sunnah wa Al-Jama’ah)
Dalam dunia pesantren pelestarian pengajaran kitab-kitab klasik berjalan terus menerus dan secara kultural telah menjadi ciri khusus pesantren sampai saat ini. Di sini peran kelembagaan pesantren dalam meneruskan tradisi keilmuan Islam klasik sangatlah besar. Pengajaran kitab-kitab klasik tersebut pada gilirannya telah menumbuhkan warna tersendiri dalam bentuk paham dan sistem nilai tertentu. Sistem nilai ini berkembang secara wajar dan mengakar dalam kultur pesantren, baik yang terbentuk dari pengajaran kitab-kitab klasik maupun yang lahir dari pengaruh lingkungan pesantren itu sendiri.
Secara etimologis Ahl al-Sunnah wa Al-Jama’ah dapat diartikan tradisi dan perjalanan Nabi Muhammad. Sebab, sunnah artinya tradisi atau perjalanan. Sedangkan jama’ah artinya kumpulan (dalam arti kumpulan para sahabat Nabi). Ungkapan ini dapat juga diartikan suatu golongan yang berpegang teguh pada norma-norma dalam sunnah rasul dan para Khulafaur Rasyidin. Namun secara umum istilah Ahl al-Sunnah wa Al-Jama’ah dipahami sebagai para pengikut tradisi Nabi Muhammad dan ijma’ ulama. Atau dengan kata lain orang-orang yang mengamalkan apa-apa yang telah diamalkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.[8]

G.    Kekuatan dan Kelemahan Pondok Pesantren
1.      Kekuatan Pesantren
a.       Lembaga pendidikan pesantren masih diterima sebagai lembaga pendidikan alternatif. Lamanya waktu pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia serta berhasilnya proses dakwah mempertahankan kesepakatan bahwa lembaga pendidikan Islam Indonesia masih perlu ditingkatkan dari tahun ke tahun.
b.      Adanya tradisi keagamaan dan kepemimpinan (informal) pada pesantren yang merupakan potensi nasional nasional untuk pembangunan, khususnya pembinaan keimanan dan ketakwaan yang menjadi tujuan pendidikan nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa pejuang-pejuang Islam merintis gerakan modern dan gerakan kemerdekaan. Mereka pun menempati panggung kepemimpinan informal umatnya, baik itu di masa kemerdekaan maupun akhirnya kepemimpinan mereka diakui sebagai sesuatu yang turut mempengaruhi keterlibatan umat di dalam pembangunan.
c.       Terbuka untuk pembaharuan. Banyak orang berkata, terutama mereka yang dipengaruhi oleh pandangan Barat, bahwa lembaga pendidikan pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional. Sebenarnya, menurut pendapat kami, pandangan itu tidak seluruhnya benar. Sudah kami sebutkan dimuka bahwa umat Islam selalu dinamis untuk selalu melakukan perubahan sistem pendidikan. Lembaga pendidikan pesantren sangat terbuka bagi perubahan dan perkembangan yang menuju efektivitas dan pencapaian tujuan sebagaimana dapat dirumuskan dari sumber utamanya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2.      Kelemahan Pesantren
a.       Banyak pesantren yang tidak dapat mencapai tujuan pendidikannya, yaitu mencetak kader ulama yang sekaligus pemimpin umat dan pemimpin bangsa. Krisis pencapaian tujuan yang diderita oleh lembaga pesantren, sebenarnya bukan melulu merupakan krisis yang terjadi pada pesantren saja. Hal itu pun merupakan krisis yang terjadi pada lembaga pendidikan nasional.
b.      Umumnya, pendidikan pesantren tidak memiliki prasarana dan sarana yang kurang cukup memadai (fisik, personal dan finansial).
c.       Lembaga pesantren memberikan kesan tradisional, sehingga tidak menjadi pilihan untuk kemajuan. Kesan tradisional yang sebenarnya merupakan mitos, hanya karena lulusan pesantren tidak semua diangkat sebagai pegawai negeri.
d.      Pemilikan lembaga oleh keluarga dan kelompok. Pemilikan lembaga oleh keluarga atau kelompok sebenarnya tidak akan merupakan dosa jika lulusannya ternyata memiliki daya fastabiqul khairat (kompetisi dan kebenaran). Kemampuan bersaing lulusan hanya mungkin terjadi jika dia memiliki ilmu dan tekonologi (agama dan umum) yang kuat sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas dan tanggung jawabnya sebagai anggota umat dan warga negara sehingga dia dapat membuktikan keberhasilannya.[9]



BAB III
KESIMPULAN

Pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.
Sistem Nilai di Pondok Pesantren (Ahl al-Sunnah wa Al-Jama’ah). Dalam dunia pesantren pelestarian pengajaran kitab-kitab klasik berjalan terus menerus dan secara kultural telah menjadi ciri khusus pesantren sampai saat ini. Di sini peran kelembagaan pesantren dalam meneruskan tradisi keilmuan Islam klasik sangatlah besar. Pengajaran kitab-kitab klasik tersebut pada gilirannya telah menumbuhkan warna tersendiri dalam bentuk paham dan sistem nilai tertentu.



DAFTAR PUSTAKA

Abd. Muin M, dkk, Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren, Jakarta: Prasasti, 2007
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006
Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995
M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001
M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, Jakarta: Kalimah, 2000
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Jakarta: Ciputat Press, 2002




[1] Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h.194
[2] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.25
[3] Abd. Muin M, dkk, Pengembangan Ekonomi Pondok Pesantren, (Jakarta: Prasasti, 2007), h.16
[4] Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hh.183-184
[5] M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), hh.35-39
[6] M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta: Kalimah, 2000), h.102
[7] M. Bahri Ghazali, Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), hh.13-34
[8] Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hh.78-90
[9] Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hh.188-190
Perbandingan Pendidikan: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Perbandingan Pendidikan: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Reviewed by Unknown on 12:49 AM Rating: 5

3 comments:

  1. Untuk membantu me-manage ponpes, sekarang sdh ada Inovasi baru untuk pondok pesantren. Program atau Aplikasi Tata Usaha, Keuangan, Kesantrian, Tahfizh dan Manajemen terintegrasi yang digunakan di Ponpes, Boardingschool atau Sekolah Islam. Mendukung transaksi non-tunai, Virtual account, dan lainnya. Dijalankan secara Realtime, bekerja dan melihat laporan kapan saja dan dimana saja. Juga dilengkapi Aplikasi Bagi Orang Tua Untuk Mengetahui Perkembangan Anaknya. coba saja buka www.sipond.com

    ReplyDelete
  2. This is how my acquaintance Wesley Virgin's autobiography starts in this SHOCKING and controversial video.

    Wesley was in the military-and soon after leaving-he discovered hidden, "self mind control" tactics that the government and others used to get anything they want.

    THESE are the same tactics tons of celebrities (especially those who "became famous out of nothing") and the greatest business people used to become wealthy and successful.

    You've heard that you use only 10% of your brain.

    That's mostly because the majority of your brain's power is UNCONSCIOUS.

    Perhaps this thought has even occurred INSIDE OF YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head about seven years back, while driving an unlicensed, beat-up bucket of a car without a driver's license and with $3 on his banking card.

    "I'm very fed up with living paycheck to paycheck! When will I finally make it?"

    You took part in those types of conversations, ain't it right?

    Your own success story is waiting to start. All you need is to believe in YOURSELF.

    Learn How To Become A MILLIONAIRE Fast

    ReplyDelete
  3. Do you understand there's a 12 word sentence you can say to your crush... that will trigger deep feelings of love and impulsive attraction to you buried within his heart?

    That's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, treasure and look after you with his entire heart...

    =====> 12 Words That Fuel A Man's Desire Instinct

    This impulse is so built-in to a man's genetics that it will drive him to try better than before to take care of you.

    Matter of fact, triggering this powerful impulse is so binding to having the best possible relationship with your man that as soon as you send your man one of the "Secret Signals"...

    ...You will immediately find him expose his heart and soul for you in such a way he haven't experienced before and he will recognize you as the one and only woman in the galaxy who has ever truly interested him.

    ReplyDelete

ads
Powered by Blogger.